Saat jemari ini mulai menari dalam alunan kata, sesungguhnya jiwaku tengah berair, yang kemudian air itu menggenang begitu saja di kedua kelopak mataku. Aku bukan sedang meratapi kehidupan, tetapi nafas kebahagiaanku yang tak terbendung. Sayup lembut syair yang syahdu terhempas begitu saja ke udara. Jantung yang berdetak biasa pun berubah menjadi semakin syahdu, sebab syair-syair yang terlantun adalah syair yang memukau. Sejenak alam pikiranku terpekur. Menerjang waktu. Mengingatmu. Mengingat banyak hal. Mengantarkanku kepada perasaan bahagia, jika seandainya ada dirimu di tengah-tengah kami. Syair itu adalah syair tentang Rasulullah. Jiwaku berair. Mengingatnya. Pikiranku melanglang buana. Kau sungguh indah. Keindahanmu mengawet. Tak terhalang waktu. Ya Rasul, aku jadi terpikir, betapa indahnya syair-syair indah ini, jika kuperdengarkan kepada anakku! Betapa makin berair jiwaku, dapat mengenalkan secuplik keindahanmu kepada mereka! Betapa tiba-tiba aku menjadi seorang Ibu...