Taken by Google |
Siang
itu terik matahari di Jakarta sedang di ubun-ubun. Jangan heran, sebab memang tepat sekali pukul dua belas siang. Hmmm. Benar-benar mantab jiwa, Gais!
Rasanya ingin sekali menceburkan diri ke dalam kolam, atau –kebiasaan nakal saat
jadi mahasiswa- nyari ATM buat ngadem, xixi.
Di siang terik itu, aku sedang berjalan di antara orang-orang yang juga sama-sama kepanasan tapi tetep lanjut jalan sebab siang itu aku sedang ada di Tanah Abang. Walau panas terik menggolakan ubun-ubun, semua itu kalah sama semangat shopping kayaknya. Buktinya, Ibu-ibu, Emak-emak, Kakak-kakak, tetep continue shopping walau cuaca terik. Termasuk eikeu #hweee.
Siang itu aku mampir ke Tanah Abang untuk mencari daleman kerudung, sebab yang lama tertinggal di tempat perkemahan, gkgk. Akhirnya, karena fokus pada satu tujuan #cie aku bisa cepat ke luar dari jubelan para Emak-emak.Udah mah, ya terik menyengat, bejubelan, plus bau keringet di mana-mana. Maka nikmat Tuhan yang mana lagi kah yang akan Kau dustakan? Syukuri aja, Gais!
Setelah mendapatkan apa yang aku cari, sesegera mungkin aku kembali ke stasiun untuk balik ke habitat. Dengan pedenya diriku berjalan ke arah pengecekan tiket. Eh, tapi, tiketku tak bereaksi saat aku tempelkan di mesin. Lagi-lagi aku menemukan satu Emak yang napsu banget pengen masuk. "Udah, udah, saya aja yang masuk." Ucap itu Emak. Saya cuman mengalah. Si petugas tiket bertanya, "Tadi ini beli di mana?" Gak mau jawab pertanyaan dia dan saya juga sepertinya paham kenapa tiket saya diam saja, saya cuman berteriak kecil, "Harus beli lagi, ya?" Luar biasa emang Emak-emak, ya *gak sadar eikeu juga padahal calon emak, xixi.
Tiket sudah di top up. Akhirnya aku bisa melewati mesin pengecekan tiket. Tapi, kereta di jalur lima dan enam belum tersedia. Tak pelak daku menunggu sekitar tiga puluh menitan, yahhh houuuu!
Singkat cerita, kereta pun datang dan alhamdulilah daku berdiri. Walau isi kereta gak terlalu penuh, tapi memang kursi kereta sudah full seat, hihi. Aku bersender di dekat pintu kereta. Kelelahan perjalanan yang tadi sudah dilalui sekitar lima jam memang membuatku leuleus dan el el el lainnya. Ditambah tidak dapat seat, harus ridha bersandar di bahu penyangga tempat duduk. Aku mengamati sekeliling. Ada beberapa hal aneh. Aku melihat seorang manusia yang duduk bersama para wanita. Dari potongan dan gaya rambutnya sekilas dia seperti laki-laki, eh ternyata dia perempuan. Tapi, Ibu-ibu yang di belakangku ribut melapor ke petugas gerbong.
"Pak, Pak, itu." Katanya. Saya menoleh. Petugas itu menjawab, "Ya, ya, sudah saya tegur tadi. Katanya dia sesegera mungkin akan pindah." Ungkap Bapak petugas gebrong.
Saya hanya tersenyum dan dalam hati ketawa terkekeh. Ternyata selain perempuan yang saya kira laki-laki itu ada laki-laki beneran di dalam gerbong kereta khusus wanita. Dengan canggung dia pun segera pindah gerbong. Dari wajahnya dia tampak malu. Saya terkekeh dan dalam hati berkata, "Nah, lo!" Kalau dalam Bahasa Sunda, "Alah siah. Taaaaaah, awas, ntong dilawan para Emak."
MasyaAllah, benar-benar pengalaman yang menggelitik kulit perut. Lucu sekali. Saya seperti disuguhkan hiburan di tengah kelelahan. Berbicara gerbong kereta wanita, kata Kakak saya pernah ada postingan di gerbong kereta Tanah Abang-Parung Panjang, semua penumpangnya membaca Alquran. Subhanallah. Dia juga berkata kalau naik kereta itu menyenangkan. Hehehe. Wayo lo, makanya sering-sering lah main ke tempat adikmu ini #hmmm.
Itu lah sejumput kisah perjalan mudik saya kemarin. Saya yakin banyak kekurangan. Tapi, saya yakin setiap mata pasti punya pandangan yang berbeda. Hehe. Jadi, selamat mengamati dari sudut pandang yang kamu sukai dan gilai. Saya permios dulu. Salam!
Comments
Post a Comment