Hari Rabu kemarin mungkin bisa disebut sebagai hari yang paling greget. Kok, bisa? Ya, soalnya kemarin itu sekolah tempatku bekerja mengadakan rihlah ke Bandung. Apa? Bandung? Siapa dia. Rasanya kenal #abaikan.
Perjalanan dimulai pada pukul enam pagi. Perjalanan Jakarta-Bandung cukup melelahkan sebab ditempuh dengan waktu empat jam. Walau lelah, pesona Bandung yang alus, seketika menghipnotis dan menyihirku. Kelelahan yang mendekap di wajah, musnah seketika saat aku disambut tulisan besar, "Welcome to Bdg". Kelelahan yang musnah berganti dengan perasaan sedih #lho! Ya, sedih, sebab aku mengunjungi kota ini hari ini hanya sekejap mata. Peurihhh!
Perjalanan yang cukup panjang segera dihias dengan hiburan berupa pertunjukan Budaya Sunda di Saung Angklung Udjo. Cepot, angklung, tari topeng, tari perayaan untuk yang disunat (lupa namanya apa, xixi), alhamdulilah sedikitnya mengobati kepeurihan hatiku.
Saat ada dua bocah cilik menari topeng, seketika wajah ceriaku berubah menjadi muram. Sebab gadis yang lincah dan cantik di sebalah kananku itu kok asa mirip temanku dulu yang orang Cileunyi #alahsiahkumahaeta. Aaaahhh, dan aku mulai beteeee. Kenapa kok mirip, ja jadi rindu beh sama si Tetehnya #hiks.
Alhamdulilah, gadis kecil itu akhirnya memasang topengnya. Bayangan wajah si Teteh itu pun musnah dari pikiran. Aku mulai menikmati kembali sajian acara dari rumah budaya Sunda itu.
Pertunjukan pun usai. Tak terasa jarum panjang sudah berdiri tegak di angka dua belas. Semua civitas Sabin pun ISHOMA. Sampai jam satu kami masih di sana kemudian setelahnya lanjut menuju destinasi wisata selanjutnya yaitu Floating Market.
Perjalanan menuju tempat kedua, benar-benar tidak membuatku antusias, sebab itu artinya aku bakalan melewati tempat bersejarah selama hampir lima tahun dalam hidupku. Gustiiii, daku hanya bisa pasrah tatkala tempat demi tempat yang biasa kulewati saat jadi mahasiswa kutatap di balik bus yang tinggi. Oh, betapa saktinya masa lalu. Dapat menuai luka. Dia seperti garam yang ditaburkan ke luka yang menganga. Fiuhhh.
Apa lagi saat bus mulai merangkak berjalan mendekati jalan Gerlong Girang. Waduh, sudah lah. Daku diam aja, walau sesekali menunjukan beberapa lokasi ke teman sebelah.
Bus merangkak naik menuju Lembang. Di sana juga tidak sedikit kisah yang pernah terjalin. Ya Rabb, ampun. Daku benar-benar merasa kepeurihan saat melewatinya dengan sekejap. Rasanya aku ingin meminta maaf kepada terminal Ledeng, kampus UPI, Gerlong Girang. Aku datang ke tempat 'kolot sendiri' tapi gak sungkem. Maafkaaaans. Hiks.
Sebenarnya, bisa saja aku ini tinggal beberapa hari di sana. Tapi, sayang sekali. Teman karibku yang masih di Bandung, teman sepergokilanku selama di Bandung sedang sakit dan dia sedang mudik ke rumahnya di Subang. Ada juga adik kelasku yang dulu satu kosan, dia juga sedang mudik ke Sukabumi. Aku pasrah mengunjungi Bandung dengan sekejap.
Back to topic!
Akhirnya, tiba lah kami semua ke tempat ke dua. Alam Lembang yang dulu membuatku menggigil, kini sudah berkurang. Mungkin karena banyak hal. Aku lihat banyak apartemen-apartemen yang sedang dibangun di situ. Tak apa, mungkin memang harusnya seperti itu.
Saat bus parkir, aku shocked. Kok, tempat parkir bus ini mirip terminal? Soalnya banyak sekali bus pariwisata di sana. Standing applause buat Pak Emil.
Kami segera menuju lokasi. Masuk dan mulai menjelajahi semua pelosok tempat wisata yang dulunya situ itu. Tema rihlahnya sendiri adalah, "Ukhuwah kuat, penuh rahmat". Tema yang indah, ya.
Ngomong-ngomong soal ukhuwah, pas meng-ekslpor tempat wisata kedua, daku dipertemukan sama karyawan yang kalau hari biasanya nyapa juga sekedarnya saja, sebab dia guru ngaji dan jarang bertemu. Tapi, pada hari itu aku dan beliau jadi akrab sebab kita dipertemukan oleh semangat mengeksplor dan having fun! Gak sangka, waktu tiga jam dapat mengakrabkan ukhuwahku dengan beliau. Sampai-sampai pada ke luar sifat asli dari masing-masing kami. Lucu banget. Sampai pas akhir acara mengeksplor, dia tiba-tiba nyeletuk, "Kok, kita tiba-tiba akrab?" Ahahaha, aku hanya tertawa dan menjawab, "Owh, bagus, dong. Berarti rihlah ini berhasil membuat ukhuwah kita kuat." Kalau bahasa bekennya mah, "The Rihlah Goal" #eleuh eta deui eta deui istilah na teh #keun wae.
Yups, dan masyaAllah, jumlah foto kami selama tiga jam mengeksplor tempat kedua sampai mencapai dua ratus foto. Mohon bersabar. Hihi. Untung lah memori hapeku lumayan untuk ukuran pemiliknya yang suka fotoin segala hal. Alhamdulilah, ya sesuatu.
Kalau ingat pas berswa foto bareng dia, aku jadi pengen ketawa, soalnya bagiku foto candid itu jauh lebih lucu dan original mukanya tanpa fake smile. Jadi, walau aku dan dia belum siap, aku terus saja memencet kameranya, dan hasilnya, hahahaha, lucuuuuu (bagiku) dan ngeri bagi dia. Aduhaiiii. Ada-ada aja, ya.
Lucu, kan?
Sebenarnya kunjunganku ke Floating Market bukan lah yang pertama. Pas awal tempat ini diresmikan, daku sudah ke sana bareng teman-teman dari Moslem Talk Community. Tapi, memang pas awal masih belum selengkap sekarang fasilitasnya. Masih belum se-wah seperti sekarang.
Yang aku suka dari tempat ini adalah kita dapat welcome drink. Dulu aku dapat kopi. Kemarin itu dapat minuman jeruk hangat. Tempat ini amat luas dan indah. Danau yang dulunya situ ini membuat hati tentram melihatnya. Hijaunya dedaunan, dan menjulangnya gunung di belakang menjadi pelengkap betapa indahnya tanah Parahyangan ini. Subhanallah.
Akses jalan menuju ke sini memang mudah. Tapi harus berhati-hati sebab kiri kanan ada jurang. Ditambah pula trek-nya yang menanjak #wajar da bukit tea. Ada juga angkutan umum yang bisa diakses ke sana. Kita naik saja angkot jurusan St Hall-Lembang yang berwarna putih. Ongkosnya dulu mah sih lima ribu. Entah kalau sekarang. Hehe.
Nah, itu lah sekelumit kisah rihlah kemarin. Tiba lah waktunya daku mengakhiri acara pidato ini #alah. See yeah!
Comments
Post a Comment