Taken by Google |
Semua ibu pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang bahagia. Lalu, bagaimana
cara menumbuhkan anak yang bahagia?
Kini, usiaku beranjak ke angka dua puluh
sembilan tahun dan sudah memiliki dua anak laki-laki yang sangat menggemaskan.
Anak pertama berusia dua puluh delapan bulan dan anak kedua berusia sembilan
bulan. Awal menjadi ibu dari dua anak yang jaraknya berdekatan memang membuatku
tercengang, namun kini aku menikmatinya karena sungguh begitu nikmat.
Aku
betul-betul mencintai mereka. Setiap hari aku habiskan bersama mereka.
Melihat perkembangannya, melihat perubahannya. Betapa bahagianya!
Menurutku,
status sebagai ibu benar-benar teruji di fase anak dua. Fase ini seakan
menjadi barometer bagaimana kondisi sebetulnya dari diri ini. Ya, aku menyadari
mengurus rumah, suami, dan dua anak sendiri tidak mudah. Harus banyak-menjeda
agar tetap waras. Kini, aku betul-betul menyadari bahwa kondisi well-being
seorang ibu nyata berdampak dalam menghadapi anak.
Ibu yang punya beban
pikiran akan sensitif saat berhadapan dengan anak. Dia akan cepat emosi melihat
kesalahan sepele. Bahkan parahnya emosi itu bisa menjalar pada tahap menyiksa anak. Tangan, kaki, suara, wajah, semuanya berubah jika kondisi ibu
tidak baik-baik saja. Sikap menyeramkan tersebut akan melukai perasaan anak.
Anakku berusia 28 bulan. Kadang, aku pun memiliki beban pikiran saat mengingat masalah pahit
yang pernah dialami. Tak ayal anak kadang menjadi korban kesedihanku. Saat dia
berlari-lari hendak dipakaikan baju, hal sepele seperti itu pun jika kondisiku sedang penuh beban, akan menjadi pemicu amarah, entah itu muncul cubitan,
tarikan, dll. Sungguh semua ibu tak menginginkan bersikap seperti itu. Tapi apalah daya, kadang beban itu terlalu menumpuk dan tidak terurai.
Sungguh ibu harus lepas dari pikiran pahit. Ibu harus bahagia. Tidak ada lagi alasan apapun. Sebab, ibu bahagia akan melahirkan anak yang
bahagia. Saat ibu senang, bahagia, lepas, bebas dari segala aroma pahit,
interaksi bersama anak akan harmonis. Saat anak berlari hendak dipakaikan baju
pun, ibu bisa lebih sabar menghadapinya.
Salah satu kunci bahagianya ibu terletak
pada sikap ibu terhadap masalah pahit. Jika ibu terus fokus pada kepahitan
itu maka ibu akan berlama-lama dengannya. Namun, jika ibu membebaskan pikiran
dari kepahitan tersebut kasarnya bersikap "bodoamat" maka pundak ibu tidak
capek menyimpan tumpukan masalah.
Banyak pula yang melakukan healing dengan
meluahkan masalahnya kepada teman terpercaya atau mendatangi psikolog, ada juga yang
meluahkan masalahnya dengan menulis. Semua ibu saya rasa punya cara tersendiri
untuk mengempaskan beban pahitnya. Izinkan saya mengambil tips dari dr. Aisyah Dahlan terkait menghadapi anak. Tersenyumlah, Bu. Saat ingin marah maka tersenyumlah. Biarkan otot senyum itu menahan gejolak darah-darah amarahmu. Tersenyumlah kala dirasa jiwa sudah tak bisa menahan gejolak emosimu.
Intinya seorang ibu harus punya cara sendiri
untuk melepaskan beban agar bisa bahagia. Saya yakin semua ibu punya cara jitunya
sendiri dan jangan ragu untuk berccerita pada yang dipercaya, sebab seorang ibu bahagia hanya akan melahirkan anak-anak yang bahagia.
Comments
Post a Comment