Assalamualaikum, Sob!
Kita jumpa lagi setelah sekian lama tak berjumpa di sini. Malam ini, saya menulis sambil berbaring di kasur. Selain menemani anak saleh tidur, saya juga mencoba meluruskan pinggang dan badan yang cukup kaku setelah seharian berjibaku dengan urusan rumah tangga #acieeeIRT 珞
Oh, iya, alhamdulilah Allah masih memberikan saya kesempatan untuk menulis di sini. Entah kapan terakhir saya mengisi blog ini, terasa begitu lama rasanya karena demam mudik tempo lalu. Hahaha.
Malam ini saya ingin sekali menyampaikan unek-unek saya tentang sesuatu. Jadi, as you know, Guys! Saya tipe orang pemerhati. Cukup memperhatikan apa yang menjadi pertanyaan saya di benak. Saya memperhatikan sampai mendapatkan jawaban yang akurat dari hasil pengamatan saya #halaaahihi
Jadi gini. Kadang saat kita sedang berinteraksi dengan teman, misalnya ngobrol gitu di kantin. Sekarang profesi saya emak-emak, mungkin ngobrol di tempat tukang sayur perihal cabe bawang habis. Atau naik dan turunnya harga bahan pokok. Hmmm. Dalam obrolan itu saya sering menangkap banyak "sign" yang terlempar dari mimik, gestur, hawa lawan bicara atau pun sebaliknya.
Misal, saya pernah salah menghitung jumlah belanjaan. Si Teteh penjual sepertinya berpikir begini dalam hatinya, "Ih, masa gak bisa ngitung?" Lha, kenapa bisa saya menebak seperti itu? Bukan cuman saya, Anda pun bisa lho!
Kita itu punya hati, Guys! Hati itu ada dua. Ada hati berbentuk daging. Ada hati si mata hati yang dapat melihat something that we couldn't see.
Mungkin kalian familiar dengan lirik lagu religi zaman dulu yang ini, "Hati adalah cermin. Tempat noda dan dosa berpadu." Jangan diterusin nyanyinya, ya. Takut keenakan! Hahaha.
Nah, ada juga nasehat mengatakan, "Apa-apa yang dari hati bakalan sampai lagi ke hati."
Hati kita ibarat sebuah cahaya yang bisa merasuk ke dalam ruang sempit sekalipun. Hati yang mana? Bukan hati yang berbentuk daging, tapi hati yang lain. Saat kita berbicara di dalam hati, apalagi itu menggerutui lawan bicara kita, maka gerutuan itu akan sampai secara implisit #halahapaitu. Maksudnya, aura, hawa gerutuan itu akan sampai pada lawan bicara yang kita gerutui di hati tadi. Ya, karena hati adalah raja. Dia buruk bawahannya juga buruk. Dia baik bawahannya juga baik. Kalau hati kita menggerutu atau menyimpan sesuatu kala sedang berbicara kepada lawan bicara, maka nafas gerutuan itu akan sampai di hati sebab sang raja telah menggerutu di dalam, sang bawahan sekuat apa pun menyembunyikannya akan tetap muncul hawanya. Terasa.
Beda di saat hati tak ikut campur dalam urusan pembicaraan kita dengan lawan bicara. Maka tidak ada yang sampai ke hati. Akan lebih baik jika kita men-treat our heart to be a good heart, a clean heart, and a healthy heart. Dengan memiliki hati yang baik, bersih, dan sehat lawan bicara kita akan menikmati rasa nyaman yang tiada tara. Rasa ingin terus bersama-sama akan menguat. Dan kebaikan itu pun hawanya akan sampai kepada lawan bicara kita.
Jadi, kenapa saya menyimpulkan, "Bicara lah dengan mulut" ya bicara lah hanya dengan mulut jika hati kita belum mampu untuk mengeluarkan hawa yang baik kepada lawan bicara kita hehehe.
Hindari menggerutu dalam hati saat sedang berbicara dengan orang. Bicara saja dengan mulut
Hindari menggerutu dalam hati saat sedang berbicara dengan orang. Bicara saja dengan mulut
Sejatinya, hati betul adalah cermin~
Comments
Post a Comment