Skip to main content

DIA SUDAH LUPA? AKU TAK TAHU


Ini kisah tentang seorang anak lelaki yang sering kutemui dua minggu sekali di rumah orang tua suami.
Ya, dia adalah keponakan suamiku. Saat ini usianya baru menginjak tujuh tahun. Baru kelas satu 'esde'.
Di usianya yang masih kecil itu, jangan salah. Dia sudah punya adik. Adik pertamanya lelaki beda empat tahun dengannya. Adik keduanya perempuan beda enam tahun dengannya.
Di usia yang masih butuh perhatian lebih itu, dia sudah harus 'mandiri' dan berperan sebagai kakak. Kalau orang tua tidak menyiapkan langkah untuk bagaimana menghadapi anak pertama yang memiliki adik, maka bisa saja anak pertama jadi kurang perhatian.
Suamiku pernah mengatakan saat aku belum sama sekali bertemu dengannya. Ini ketika pernikahanku masih hangat, sehangat tubuh ayam (apacobaaa), hihi. Dia mengatakan bahwa keponakannya yang pertama kecanduan games dan hape.
Mendengar itu, aku kaget dan segera menganalisa. What's wrong with the parents? Karena setahu aku (yang digembleng banget perihal parenting di sekolah tempatku kerja dulu), tidak ada yang bisa disalahakan jika anak berperilaku seperti ini kecuali orang tuanya.
Praktisi parenting, Abah Ihsan, bilang bahwa saat melihat fenomena anak seperti ini, orang tuanya yang harus taubat.
Aa Gym, seorang dai kondang pun, berpendapat hal serupa. Saat anak jauh dr Allah. Lebih sering menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, maka orang tuanya yang harus taubat.
Perihal kecanduan gawai bukan hal yang sepele lo. Usia tujuh tahun adalah usia anak meniru orang tuanya. Usia anak yang harusnya banyak beraktivitas. Apalagi anak lelaki. Harusnya dia melakukan banyak aktivitas yang membuatnya berkeringat. Outdoor actvities lah istilahnya. Hal ini dilakukan agar aktivitas tersebut dapat membantu menstimulasi rasab eksploring yang ada pada dirinya. Kalau dihabiskan di depan gawai berjam-jam bukan hanya resiko radiasi, tapi juga efek main game itu sangat buruk bagi emosi seseorang.
Kembali ke permasalahan utama.
Pertama kali kami bertemu kala itu dia naik ke lantai atas. Bersama adiknya. Aku, yang notabene mantan seorang praktisi anak kecil yang sangat suka anak kecil, otomatis mudah sekali membaur dengannya. I want to put a smile to that boy! And I want he left his phone and be happy without that. Itu lah ambisiku. Kenapa ada ambisi seperti itu? Ya, karena menaklukan anak kecil itu ada ilmunya. Dan tahu apa ilmu tersebut? Yaitu bagaimana kita mampu membahasakan, memverbalkan perasaan yang sedang anak alami. Dan bagaimana pula kita bisa menghadirkan jiwa dan raga saat bermain bersama mereka. Itu lah kuncinya. Kunci membuka gerbang antara kita dan anak.
Dan. Yikes! Aku berhasil, Guys!
Kala itu kami bermain dino-dinoan menggunakan kardus bekas. Wow. I can't believe what I saw! Dia happy bangeeet. Dia ketawa lepas! Dia terbahak-bahak. Dia merasa dihargai. Dia merasa diakui keberadaannya. Dia merasa, yup, dia adalah seorang kakak. Dia merasa, ternyata masih ada orang yang mencintainya. Setelah selama ini semua orang dewasa menghardiknya tanpa mereka sadari lewat sikapnya yang menyebut, "Kamu kan udah gede. Kamu kan kakaknya."
Itu merupakan peluru-peluru halus menghancurkan jiwanya. Kata-kata yang STOP jangan diungkapkan kepada mereka yang bergelar kakak.
"Oh, jadi, kalau gua kakak, gua gak boleh salah, nakal, dan sebagainya gitu, ya? Siapa yang minta gua jadi kakak? Kalau bisa, gua gak mau jadi kakak."
Mungkin itu yang ada dalam benak bocah kecil yang malang itu. Perhatian surut. Orang-orang serasa tak lagi memperhatikannya. Tak lagi mencintainya karena dia adalah kakak. Juga karena adiknya berada di usia yang lagi lucu-lucunya. Semua orang lebih menyukainya dibanding dia, si kakak.
Kondisi seperti ini jangan heran deh kalau anak nyari perhatian ke gawai. Jadi bengal. Jadi agak susah diajak kerjasama. Jadi cemberut. No more smile in their face. Kasihan! Sungguh terjepit hatinya. Dia masih harus tumbuh dengan bahagia. Kita harus mampu menjaga dan memupuk kebahagiaannya. Ingat, dia lah anak pertama kita. Anak yang menjadikan kita orangtua. Tolong, jaga perasaannya dengan tidak melupakannya.
Singkat cerita. Aku sering bertemu dengannya. Tak ayal dia selalu mencari-cari aku. Bukan hanya sang kakak, tapi juga si adik kecilnya itu. Wkwkwk. Padahal pertemuan pertama itu hanya berlangsung beberapa menit saja. Tetapi, karena baginya aku amat berkesan (mungkin ), jadi dia ingin sekali bermain dan berjumpa lagi. Terus dan terus. Betul kata pepatah, ya, "Kesan pertama mengubah segalanya".
Kutentu merasa 'cukup' bahagia melihat respon si Kakak yang terkesan begitu (elah). Tapi, karena dia bukan anakku, juga aku baru bertemu dengannya, aku tak bebas memperlakukannya. Kalau dia keponakanku, sih, aku dah gemek gemek mungkin  Itu lah mengapa aku bilang, 'cukup'  bahagia. Sebab, aku batasi kedekatanku dengannya.
Waktu pun beranjak. Aku melahirkan anak lelaki. Masa-masa berat kulewati di rumah suami. Tenty aku bertemu dia pula. Tapi, aku tak lagi memperhatikannya. Sekedar mengusap kepalanya pun kini aku tak melakukannya lagi. Tak seperti biasanya. Intinya, aku sudah punya sendiri loh wkwk. Jadi, monmap kalau aku cuekin kamu, Kakak. Begitu pikiran jelekku menggerayang. Selama tinggal di sana, bertemu dengannya cukup intens. Perhatian itu benar-benar hilang kepadanya. Aku sudah tidak lagi kasihan padanya, waduh! Wkwkwk. Iya, dulu, aku amat prihatin melihat apa yang terjadi. Tapi, sekarang aku sedang dalam kondisi naik turun emosinya. Jadi, benar-benar tidak fokus pada sekitar.
Mengetahui hal itu, aku menyesal teramat dalam. Kusadari semua itu saat aku sudah berhasil melewati masa nifas dan kembali ke kontrakan. Aku menyadari bahwa itu adalah kesalahan terbesar. Egoisnya aku! Betapa bodohnya aku. Begitu lah alam fikirku berkata. Aku sibuk menyalahkan diri sendiri di rumah, wkwk. Dan dari sana pula aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Aku akan tetap menyayangi, memberikan perhatian kepadanya. Walau aku sudah punya sendiri, hehe.
Kami pun bertemu untuk pertama kalinya paska aku recovery dan pindah rumah. Aku sudah pasrah dengan apa yang akan aku terima nanti. Mungkin dia akan cuek juga kepadaku. Sudah tidak sudi lagi bermain dengan ateu-nya. Sudah benar-benar jadi seorang kakak yang dewasa.
Tapi, ternyata aku salah besar!
Dia tidak seperti yang aku bayangkan! Malah, dia tetap jadi anak yang masih terkesan denganku. Mencari perhatianku. Ya Allah. Aku hanya bisa bergumam dalam hati. Menyebut asma-Nya. Atas betapa kerennya anak kecil. Aku kira dia marah dan putus asa dengan sikapku yang cuek kala ku tinggal di situ. Ternyata, dia tidak menganggapnya. Dia tetap jadi si kakak yang terkesan kepadaku. Dari sana, aku tidak menyia-nyaikan apa yang terjadi.
Saat dia menceritakan gambarnya di kertas kepadaku, aku dengarkan dan respon dengan baik. Sampai pada masa betapa bahagianya dia! Gambarnya dihargai. Aku bilang padanya bahwa gambar yang dia buat untukku dan suami, akan dipajang di kontrakan. Well, dia seneng bangeeet. Ya Allah, aku bersyukur melihat ini. Next time when we meet, let me hold your hands to put a smile in your face, Boy!
Ya, anak kecil memang ajaib! Dia mudah sekali lupa pada sesuatu hal (yang tidak membuatnya traumatik). Mungkin, kesan di awal lebih besar di hatinya sampai dia lupa pada sikapku yang dulu. Ya Allah. Alhamdulillah, trimakasih ya Allah!
Mereka sungguh ajaib! Pelupa pada sesuatu yang memang harus dilupakan. Dan mereka akan terus ingat sesuatu yang mereka alami (yang dirasakan oleh lima inderanya + perasaannya). Entah itu baik atau buruk. Mereka akan ingat selamanya. Maka, alangkah lebih bijaksananya kita, jika mampu menghias memorinya dengan kebahagiaan yang bisa dirasakan oleh lima inderanya + perasaannya. Agar, memori itu abadi dalam jiwanya. Dan membentuk keperibadiannya menjadi orang yang selalu bahagia dan bersyukur. Apa pun situasinya.
Thanks!

Comments

Popular posts from this blog

Housewife Vs Homemaker

Housewife vs Homemaker? Apa ini? Dalam Bahasa Inggris, profesi IRT alias Ibu Rumah Tangga biasa disebut housewife . Karena ilmu bahasa Inggris saya nihil, jadi saya gak tau kenapa orang Inggris menamakan IRT itu dengan sebutan housewife ? Sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata, "rumah" dan "istri". Kalau dibolehin untuk ngasih opini dari kelas sudra saya, mungkin maksudnya adalah seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah. Wah, keren. Lebih lengkapnya bisa mungkin cari di kamus EOD, Gais. Daripada penasaran, hehe. Gak salah memang kalau seorang IRT diartikan sebagai seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah, sebab memang begitu lah kenyataan yang sering terjadi di masyarakat. Namun, karena bahasa punya sifat inovatif, di mana dia bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, bisa jadi kosakata housewife  dapat digantikan perannya menjadi homemaker . Wah, apa itu? Istilah homemaker  tercetu

Belajar Bahasa Jepang Sehari-hari

Di Rumah Orang Jepang biasanya sesaat setelah mereka bangun pagi, akan langsung menyapa keluarganya. Dengan ucapan selamat pagi, "Ohayou" . Mereka akan saling mendahului untuk menyapa dengan ucapan ini. Mari kita mulai percakapannya! Sakura : "Ohayou" Okaasan : "Ohayou" Otousan : "Ohayou" Kenta (Imouto) : "Ohayou" Sakura : Hayaku okiru ne, Kenta ha." Okaasan : "Sou ne. Kyou otona ni nattakara ne." Kenta : "Nande sore. Kyou shiken ga attakara." Otousan : " Yoku ganbatte ne . Jaa, ikanakya. Ittekimasu . " Okaasan : "A, itterashai ." Kenta to Sakura : " Itterashai ." Terjemahan Sakura : "Pagi." Ibu : "Pagi." Ayah : "Pagi" Kenta (adik laki-laki) : "Pagi." Sakura : "Kenta bangunnya cepet ya." Ibu : "Iya ya. Karena sekarang ma udah gede." Kenta : "Apaan sih. Aku bangun cepet karena ada ujian hari in

Asmaul Husna*

Saat mendengarkan iklan di radio MQ FM, saya terkesan oleh salah satu lagu di dalamnya. Lagu itu menyanyikan 99 nama-nama Allah yang baik dan agung, yakni Asmaul Husna. Lalu sadar kalau laguitu sangat menyentuh hati saya, saya buru-buru merekamnya. Dan lalu saya menangis ketika mendengarkannya. Alhamdulilah. Sudah dua minggu semnejak saya mendapatkan lagu baik itu. Lalu saya ingin sekali mengikuti lagu tersebut. Namun saya terbatas karena belum hafal lirik lagunya. Dengan beberapa kali mendengarkan lagu itu, saya pun menulis liriknya yang semoga sesuai dengan lagu tersebut. Saya masih belum tahu siapa gerangan sang biduannya. Mungkinkah Sami Yusuf? Hemm. Siapapun dia, semoga Allah menjaganya dengan sebaik-baik perlindungan ^^ Bdw, ini lanngsung saja saya lampirkan liriknya. Siapa tahu kalian sudah  punya lagunya tapi belum tahu liriknya. Hehe. Mari kita sharing . Yang bisa nyanyiin lagunya, ayo nyanyikan! Ya Allah...4x Ya Allah...4x Allahu antal malikul quddus... Wal jabbarul