Setiap senja datang, dia selalu mampu memikat siapa saja yang memandang gurat warnanya yang jingga. Sebab kecantikannya yang memesona ini, banyak sekali sastrawan yang merangkai kata dan syair mendeksripsikan keindahannya. Atau mencomotnya dalam sebuah alur cerita untuk memperindah isi cerita.
Begitu pun dengan sang fakir ilmu ini, saya. Setiap kali senja datang, ada nafas yang terhela dengan lantunan doa. Doa kepada Sang Pemilik Senja semoga senja saya diberkahi.
Saat saya menatap langit atau sorot matahari yang penuh kemilau jingga, di sana jiwa saya mengangkasa. Membayangkan bahwa di jam ini lah para burung yang melanglang buana mencari rezeki, pulang berduyun-duyun sambil tersoroti cahaya jingga. Para pedagang pulang dari bekerja dengan peluh dan sisa tenaga. Para petani berkemas membereskan peralatan karena senja sudah menggelar pertunjukan.
Di satu sisi, bumi pun tengah berkemas untuk menyambut malam, menyambut bintang, menyambut angin, menyambut dingin, menyambut rencana orang-orang jahat yang mempersiapkan kejahatan di malam kelam, menyambut karyawan-karyawan pabrik yang bekerja di shift malam. Semua berkemas dan bersiap sebab senja sudah tampak. Gurat jingganya sudah tergelar di sepenjuru langit. Masuk ke ruang lewat lubang ventilasi rumah. Menumpahkan kenangan, asa, dan harapan.
Senja telah datang. Kemilaunya membaurkan kenangan. Warna jingganya memberikan kesegaran. Guratnya mengangkasakan harapan.
Selamat menikmati senja. Jangan lupa dzikir petang.
Comments
Post a Comment