Teman-teman, siapa di sini yang sudah menyandang sebagai istri atau suami? Acungkan tangannya! Apakah kalian salah satu pasangan yang masih tinggal di rumah mertua? Atau sudah mandiri dengan mengontrak sendiri?
Teman, saya enam bulan di rumah mertua dan sudah dua bulan mengontrak sendiri. Ada banyak keseruan di antara keduanya. Saya kupas satu-satu ya kelebihan dan kekurangan tinggal di kedua tempat tersebut.
Yuk, kita mulai!
Tinggal di Rumah Mertua
Tidak ada yang salah kalau sepasang suami istri yang baru saja menikah untuk tinggal di rumah mertua. Pernikahan butuh proses bukan? Karena di luar sana banyak lelaki yang belum punya rumah sendiri memutuskan untuk menikah. Mereka yakin akan janji Allah SWT dalam Alquran bahwa siapapun yang menikah akan Allah mampukan.
Tinggal di rumah mertua, apalagi mertua dan jajarannya sangat baik tentu adalah sebuah anugerah terindah. Rezeki tak kasat mata dari Allah. Walau itu anugerah kalau lama-lama bisa jadi malapetaka bagi pasangan jika tidak punya ilmu dalam menghadapi kehidupan di rumah mertua. Perlu ilmu? Tentu. Hidup serumah dengan orangtua suami atau istri (terlebih di rumah suami) kita dilatih untuk hidup berdampingan dengan orangtua suami. Suami mengajarkan banyak hal selama enam bulan tinggal bersama mertua di rumah. Seperti; pertama, perihal makanan kita tidak bisa makan sendiri-sendiri. Saat beli makanan dari luar tentu harus membeli dua porsi untuk dibagi dua. Orangtua di rumah, sih, tidak meminta tapi karena kita hidup serumah dengan mereka maka harus dipikirkan. Kedua, saat bepergian kita tidak bisa pergi lama-lama apalagi sampai larut malam. Kasihan orangtua di rumah menunggui kita sampai. Ketiga, saat ada konflik antara suami dan istri, marah itu tidak bisa keras-keras karena malu kalau terdengar orangtua, hihi. Orangtua akan selalu mencium konflik tersebut saat bertatap wajah dengan salah satu dari kita. Muka pasangan yang sedang konflik kadang kurang segar, kurang bahagia, dan kurang ceria. Orangtua mudah sekali menebak bahwa sesuatu sedang terjadi. Duh, sungguh malu! Keempat, saat masak harus berbagi untuk yang di bawah. Makanan harus tertata rapi. Ruangan juga harus dirawat setiap hari 🤣 karena mertua ternyata lebih rajin dari kita. Malu jika ruangan yang kita pakai malah lebih kotor dari ruangan yang dipakai mertua. Hmmm, apalagi, ya? Dikarenakan saya belum punya bayi, jadi mungkin itu yang saya rasakan selama di rumah mertua. Bisa disebut sebagai sesuatu yang kurang nyamannya, he.
Nah, sekarang kita kupas dari segi enaknya. Uh! Tidak sabar, deh! Check it out, yo!
Enaknya tinggal di rumah mertua saat saya mengalami kehamilan di trisemester awal (sekarang sudah tri semester ke tiga). Mabuk berkepanjangan setiap hari setiap waktu membawa saya dalam kondisi tubuh yang sangat lemah. Tidak mampu memasak untuk suami, apalagi membekali suami dengan makanan untuk makan siangnya. Sungguh tak mampu! Pada saat itu peran mertua (terutama Mamah mertua) begitu sangat dibutuhkan. Mamah sementara 'mengurus' suami. Beliau yang menyiapkan bekal suami kerja dan selalu menyediakan makanan serta cemilan enak untuk saya. ماشاءالله Mamah!
Walau beliau sudah cukup berumur, kondisi tubuhnya alhamdulilah selalu bugar dan jagjag , ke sana ke mari tanpa lelah. Naik turun tangga mengantarkan makanan untuk saya. Dan selalu penuh perhatian walau bukan hanya saya penghuni rumah di situ. Sungguh luar biasaaaa! Mudah-mudahan Allah membalas semua kebaikan Mamah mertua saya. Aamiin.
Hal enak lainnya adalah saya bisa mengambil makanan apa saja di warung jika saya mau. Tapi sayangnya saya tidak pernah melakukannya pada saat mual muntah itu. Hanya beberapa kali saat akhir-akhir akan meninggalkan rumah Mamah. Hehe. Itupun melalu tangan suami. Malu juga kalau sendiri. Hehehe.
Lanjut.
Mengontrak Sendiri
Mengontrak sendiri pun banyak serba serbinya, Bloggy! Kita bahas yang kurang menyenangkannya, ya.
Hal yang kurang menyenangkannya mengontrak sendiri itu tidak ada, sih. Semuanya seruuu. Hihi. Paling pekerjaan jadi banyak. Tapi bisa disiasati berbagi tugas dengan suami. Mengepel ruang jualan suami. Mengepel dapur, kamar, dan teras, istri. Memasak, ya, istri. Mencuci pakaian besar-besar macam celana levis dan seprei, suami atau laundry. 🤭🤭🤭😝
Hal yang menyenangkannya banyak!!! Bisa sesuka hati mau memasak dengan versi kita, bisa beres-beres kalau sudah mau, bisa masak kalau sudah lapar. Pokoknya bisa segalanya, deh. Paling utamanya adalah tidak bisa dan tidak mau berlama-lama marahan dengan suami, berat! 🤣 Kalau lama-lama marahan dalam satu rumah, horooor betuuul! Mau berbicara sama tembok gitu? Oleh karena itu setiap kali saya marah atau bahasa kerennya ngambek, merajuk, manja, sama suami, paling lama lima menit 😝 karena kalau lama-lama saya jadi es diam terus dengan muka dilipat. Kurang enak! Biasanya kalau marah dan bisa normal lagi saya coba untuk berbicara atau menyapa suami dengan hati yang ikhlas, setelah itu rasa marahnya hilang entah ke mana.
Selain mengontrak sendiri setelah menikah itu melatih kita untuk mandiri dan menyelesaikan masalah sendiri, toh itu juga adalah tuntunan agama. Fatimah ra dan Ali bin Abi Thalib saja segera membeli rumah sesaat setelah menikah. Walau hidup dalam kekurangan mereka belajar banyak dari hidup berumah tangga secara mandiri. Adapun tinggal dengan mertua, tidak ada masalah selagi suami masih berjuang untuk mengumpulkan pundi-pundi mengontrak atau membeli rumah. Asalkan dinikmati dan dimiliki ilmu berhadapan dengan mertuanya.
Di manapun kamu sekarang, bismillah, nikmati dengan sepenuh hati, ya.
Comments
Post a Comment