Ada sedikit cerita lucu yang saya alami kemarin saat "hendak" menerbitkan buku.
Penasaran? Pasti enggak, ya? Hihi. Doakan mudah-mudahan Allah ridha dengan adanya buku ini sehingga saya dimudahkan untuk mencetaknya berbentuk fisik.
Ceritanya, saya adalah alumni sebuah kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang kepenulisan Islami. Setau saya, organisasi tersebut punya penerbit sendiri yakni Alqolam Publishing. Saat ada niat dan semangat menyala untuk menerbitkan buku sendiri, saya mulai aktif bertanya ke senior organisasi yang berjibaku di penerbitan tersebut.
Satu hal kesan saya pertama kali mengurus penerbitan buku adalah, "kirain gampang nerbitin buku" ternyataaa, kok, njelimet? Sampai narik nafas dalam-dalam, hahahaha.
Saat itu langkah pertama saya adalah memastikan kepada teman sesama angkatan di organisasi terkait pengurus penerbitan di Alqolam Publishing (kita singkat AP), dia memberikan informasi ini dan itu. Lalu saya mulai meminta kontak dan menguhubungi Teteh senior yang dimaksud.
Tanya-tanya perihal penerbitan buku dan seketika tercengang saat dia mengatakan butuh dana (budget) 3-5 juta jika ingin menerbitkan buku. Just ... wow!!! Saya terkejut tapi tidak sampai darah tinggi, sih. Dana sebanyak itu untuk menerbitkan buku? Hanya bisa tertawa sendiri 😹 ternyata oh ternyata itu dengan jumlah eksemplar yang banyak, sampul buku dibuat oleh penerbit, dll. Nah, ada juga harga yang lebih miring mulai dari biaya (budget) seratus sampai lima ratus ribu rupiah. Dan itu pun macam-macam gaya bukunya. Biaya seratus buku dicetak berbentuk e-book. Biaya tiga ratus sampai lima ratus ribu buku dicetak sepuluh biji.
Teteh senior menyarankan bertemu agar penjelasan lebih detail dan benderang. Tapi, saya tidak ada waktu lagi pula lokasi rumahnya sangat jauh, sekitar dua jam perjalanan. Hmmm. Beberapa hari saya "diam" atau mungkin bisa disebut niat saya menerbitkan buku surut sedikit dan disibukan dengan kegiatan pendaftaran CPNS yang menguras segala-gala. Tak dinyana, beberapa hari kemudian setelah urusan mendaftar selesai, keinginan tersebut tumbuh kembali. Saya pun bertanya lagi ke Teteh senior. Sepertinya saya salah dalam menafsirkan penerbit selama ini. Sehingga dia menelepon via aplikasi whatsapp. 😹
Awal sampai tengah perbicangan, tampaknya Tetehnya kesal sebab ternyata saya selama ini salah dalam menafsirkan penerbit dan pencetak. Ternyata keduanya punya perbedaan. Dia kesal karena berkali-kali saya bertanya sembari menawar harga. Berkali-kali pula dia mengatakan bahwa dia bukan jasa percetakan jadi salah alamat sekali jika ditanya hal tersebut.
Saya hanya tertawa, menertawakan diri sendiri. Sungguh baru tau ternyata penerbit dan percetakan itu dua hal yang berbeda. Dia sekalian menjelaskan dua hal tersebut beserta jenisnya. Subhanallah!!! 😹😹😹 Satu sisi saya jadi tau, satu sisi ingin tertawa sejadi-jadinya karena keluguan diri ini. Ya, kayanya penerbit itu ada yang indi (self publishing) ada juga yang bukan (lupa istilahnya apa silahkan cari sendiri di google banyak, hehe). Kalau penerbit yang membantu sebuah buku memiliki kode barcode dengannya buku kita akan diakui keeksistensiannya di Perpustakaan Nasional. Nah, jika percetakan berjasa mencetak buku, kadang ada percetakan yang juga penerbit. Begitu kurang lebih penjelasannya. Hihi.
Dia menyarankan saya untuk mengunjungi Pagarasih. Jujur saya tidak tahu kenapa beliau menyuruh saya ke tempat itu? pagarasih apa pula? Kemudian dia bertambah kesal. Mungkin hampir meledak 😹 "Kamukan penulis seharusnya tau Pagarasih. Lagian kamu tinggal di Bandung, ya Allah," ungkap beliau. Lagi-lagi saya terbahak-bahak terhadap apa yang sudah saya lakukan kepada senior. Bikin kesel senior 😹 Akhirnya lagi-lagi dia menjelaskan apa itu Pagarasih? Dan ternyata itu nama sebuah percetakan terkenal di Bandung! Ya Allah 😹😹😹 sampai tulisan ini dikeluarkan saya belum searching Pagarasih. Sungguh keterlaluan memang ya saya 😹
Akhirnya, saya berkonsultasi dengan suami. Beliau menyarankan sangat boleh sekali menerbitkan buku tapi bagaimana jika diurus setelah urusan CPNS selesai? Maksudnya setelah diumumkan dan baru setelah itu dilanjutkan urusannya. Saya pun setuju.
Berbicara tentang menerbitkan buku, saya memang ingin dan berniat mengabadikan kumpulan cerpen saya secara fisik (berbentuk buku). Tidak ada niat untuk mendapatkan royalti atau bisa terkenal laiknya penulis-penulis tanah air, tidak tidak. Saya hanya ingin ada bukti nyata bahwa saya pernah loh berkarya, nanti ketika jasad saya sudah tiada kan anak cucu bisa bangga sebab tetuanya dulu pernah menorehkan karya. Maka, saat saya sharing dengan penulis (teman juga yang sudah banyak menerbitkan buku) responnya tidak sesuai dengan harapan, hehe. Intinya yang tau banget keinginan saya hanya Allah 'Azza wa Jalla.
Perjuangan ini belum apa-apa, ya. Di luar sana penulis banyak yang berjuang keras demi dapat menerbitkan buku. Saya harus terus berjuang sampai saya sendiri memegang fisik buku tersebut. Berharap karya itu bisa menjadi sejarah dan bukti bahwa seorang Melin pernah ada di dunia ini, hehe. Saya beri sedikit bocoran untuk sampul bukunya, tapi untuk isinya ... rahasyaaaa ya. Jika teman-teman mau dan penasaran dengan isinya boleh minta ke saya nanti saya coba usahakan diterbitkan walau hanya berbentuk e-book, ya.
Dan ini dia penampakan sampul bukunya
Penasaran? Pasti enggak, ya? Hihi. Doakan mudah-mudahan Allah ridha dengan adanya buku ini sehingga saya dimudahkan untuk mencetaknya berbentuk fisik.
Terimakasih sudah membaca thread hari ini. Salam dari Padalarang yang sedang ditumpahkan cahaya matahari menyengat. Salam bahagia selaluwww!!!
Comments
Post a Comment