![]() |
Imam Ghazali-clipart-taken by Google |
Sesungguhnya sebuah ketidaktahuan bisa membuat orang berburuk sangka, membenci, dan menghakimi orang lain.
Pada tahun 2005, Indonesia digoncang kesedihan sebab Bali dibom yang "katanya" pelakunya adalah seorang muslim. Goncang semua khalayak. Masyarakat yang disuguhi informasi oleh media lokal mau tak mau tergiring opini untuk mendeskreditkan Islam.
Tidak terkecuali gadis remaja bersusia lima belas tahun itu. Saat kejadian, dia masih sangat belia dan percaya telak pada apa yang dilihatnya di media. Salah satunya adalah men-general-kan sikap mencurigai mereka yang berjenggot, celana cingkrang, dan akhwat bergamis dengan kerudung menjuntai ke bawah.
Kehidupan remaja yang dilalui di sebuah daerah yang menganut agama Islam secara "turun temurun", membuat dirinya merasa asing saat melihat perempuan dengan pakaian yang amat "menyeramkan" tersebut.
Saat melihat akhwat dengan pakaiannya yang "aneh" tersebut, dia masih duduk di kelas satu SMA. Setelah menginjak kelas dua dan tiga, teman sekelasnya ada yang mengenakan kerudung panjang dan rajin mengajaknya salat dhuha. Dia pintar, cantik, dan juga sangat ramah. Sehingga membuat gadis remaja itu sempat lupa dengan sikapnya setahun yang lalu.
Selepas SMA, gadis remaja itu mulai akrab dengan Islam namun masih permukaannya. Dia membangun sebuah komunitas, hingga qodarullah membawa ridha Allah untuk membawanya sekolah ke Bandung, kota besar yang dalam otak orangtuanya sebuah kota yang sangat rawan pergaulan bebas.
Selepas SMA, gadis remaja itu mulai akrab dengan Islam namun masih permukaannya. Dia membangun sebuah komunitas, hingga qodarullah membawa ridha Allah untuk membawanya sekolah ke Bandung, kota besar yang dalam otak orangtuanya sebuah kota yang sangat rawan pergaulan bebas.
Kurang lebih empat setengah tahun dia hidup sebagai mahasiswa rantau, banyak hal yang membuatnya berubah drastis. Kesan menakutkan saat melihat akhwat dengan gamis dan kerudung panjang selama di kampung, kini telah musnah saat dia tinggal di lingkungan pesantren yang mengedepankan tauhid.
Saking kagumnya melihat seorang akhwat anggun memakai gamis dan kerudung panjang, rasa takut berubah jadi motivasi ingin mengenakan pakaian yang sama. Alhamdulilah Allah memberikan kesempatan tersebut, sampai dia menjadi salah satu dari sekian banyak akhwat di bumi Allah.
Akhwat? Siapakah dia? Jika kalian sempat, maka carilah arti dan maknanya sendiri di Google, ya. Namun, dari beberapa pandangan -termasuk dia- seorang akhwat adalah seorang perempuan yang memakai gamis dan kerudung panjang, dia lah akhwat.
Ya, seiring berjalannya waktu, dia mulai memperbaiki penampilannya menjadi akhwat walau masih akhwat palsu! Aw!
Dia mulai menyadari sikap yang lahir terhadap para akhwat dulu ternyata bersumber dari ketidaktahuannya terhadap ajaran Islam. Pakaian tersebut adalah pakaian wajib seorang muslimah yang sudah balig. Ya Allah, fagfirlii! Kini dia mengenakannya, subhanallah, dan dia meraskaan kenyamanan yang luar biasa.
Lalu, kehidupan kampus membawanya pada beragam manusia dengan berlatar belakang yang beragam pula. Saat salat di masjid kampus, tidak sedikit dia menemukan banyak perbedaan fikih dalam melaksanakan ibadah. Seperti, saat tasyahud awal dan akhir ada yang menggoyangkan telunjuknya, ada pula yang dari awal telunjuknya sudah menunjuk.
Ada pula akhwat yang saat salat kakinya lebar, rasanya tak pantas perempuan begitu -menurut nalar wanitanya saat itu- dan ada pula yang saat sujud kakinya tidak dirapatkan -masih sama, rasanya tabu melihat perempuan "terbuka" macam begitu.
Dia pun saat itu masih antipati kepada kawan yang memakai cadar.
Dia pun saat itu masih antipati kepada kawan yang memakai cadar.
Lama waktu berselang, kota demi kota disinggahi, orang demi orang telah dipertemukan. Semakin banyak tempat yang ia tinggali, semakin beragam orang yang ditemui, maka khazanah keislamannya semakin banyak. Subhanallah! dia selama ini terjerat oleh ketidaktahuan akan ajaran agamanya sendiri.
Kini dia sadari, bahwa perbedaan khilafiyah itu sangat wajar dan mereka memiliki dalil masing-masing melakukannya. Sejak itu pula dia makin menambah acara "rihlahnya" untuk menuntut ilmu Islam, dia semakin sadar bahwa selama ini Islamnya memang Islam turunan dari nenek moyang.
Sejatinya, islam kita harus mencontoh apa yang Allah dan Rasul-Nya contohkan. Ajaran turun temurun tidak salah, hanya ada beberapa "case" yang tidak dijelaskan oleh orang tua terhadap anaknya. Sehingga saat menemukan perbedaan khilafiyah di luar, mereka merasa heran dan bingung.
Sungguh, ketidaktahuan adalah pangkal kebodohan, pangkal kemunduran, pangkal berburuk sangka. Jika kita terus dalam ketidaktahuan dan melebur bersama mayoritas yang belum tentu benar, watak kita akan menjadi keras dan cenderung menghakimi perbedaan yang ada.
Ketidaktahuan hanya bisa diberantas dengan ilmu. Lewat ilmu hati bisa tercerahkan. Dengan ilmu syar'i (tentang Islam), ibadah bisa dijalankan dengan benar. Tanpa ilmu, bisa jadi kita belasan tahun melaksanakan salat tak sesuai tuntunan, naudzubillah!
Itu lah pentingnya menuntut ilmu. Jika kita malas mencari tahu dan malas keluar dari tempurung ketidaktahuan, jangan sedih bila suatu saat nanti kita menyesal, menyesali amal ibadah yang -naudzubillah- tak ada yang diterima Allah SWT gara-gara melakukannya tidak sesuai tuntunan Alquran-Sunnah.
Islam adalah agama yang sangat menganjurkan penganutnya menuntut ilmu. Dalam Alquran Allah banyak me-mention kita agar rajin menuntu ilmu. (Cek QS. Almujadilah ayat 11, Alalaq 1-5)
Selain Alquran, hadits juga memerintahkan agar kita menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat. Artinya, jangan pernah berhenti menuntut ilmu walau usia sudah tidak lagi muda.
Jika kita melirik ulama salaf zaman dulu terkait menuntut ilmu, masyaAllah, sungguh malu diri ini. Ada yang sampai bertahun-tahun, berbulan-bulan mengembara demi mendapatkan ilmu. Subhanallah! Apalah kita ini yang masih bergelut dengan buruk sangka atas nama ketidaktahuan jika melihat semangat membara para ulama salaf dulu?
Jangan biarkan kita selamanya dalam ketidaktahuan. Hingga konyol tak ada amal yang -naudzubillah- yang diterima Allah sebab ketidaktahuan kita.
Baca lah buku-buku Islam yang benar. Jika tidak punya, maka ada banyak website yang membahas tentang keislaman shahih. Datangi lah taman-taman surga (majelis ilmu), kemajuan teknologi kini membuat para ustadz-ustadz sering mengadakan kajian streaming live di fesbuk atau instagram, maka niatkan menuntut ilmu untuk memberantas ketidaktahuan, tontonlah! Hirup ilmu dan cahaya dari mereka.
Menurut para ulama, ilmu tidak akan didapat tanpa meluangkan waktu. Jika kita adalah orang yang sibuk, sampai tidak menyempatkan waktu untuk menuntut ilmu syar'i, maka untuk apa sebenarnya kita hidup? Untuk apa semua pencapaian yang diimpikan jika nyatanya hati kosong dari iman dan cahaya Islam. Naudzubillahimindzalik!
Beberapa "channel" website yang bisa teman-teman akses untuk menambah khazanah keilmuan Islamnya yang insyaAllah sahih terdiri:
- muslim.or.id
- muslimah.or.id
- rumaysho.com
Jika pun teman-teman bingung mencari ustadz yang mana sih yang harus saya dengarkan dan ikuti di fesbuk? Teman-teman bisa like fanpage-nya: Ustadz Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Ustadz Maududi, Ustadz Syafiq Riza Basalamah, Ustadz Adi Hidayat, dll.
Selami ilmu mereka dengan ketawaduan, sesungguhnya mereka adalah "anugerah" untuk bangsa ini. Jangan biarkan ketidaktahuan itu membawa kita pada jurang kehancuran.
Sekian
Sekian
Comments
Post a Comment