Lama-lama jadi cinta pada wudhu.
Kok, bisa?
Awalnya saya biasa saja pada wudhu. Berwudhu sebagai syarat beribadah saja. Namun, setelah mengenal Islam dan mendengar cerita tentang terompah Bilal yg sudah di surga sebab menjaga wudhu, dari sana semua bermula.
Semakin lama mencari jadi semakin tau kehebatan wudhu. Nyatanya, wudhu bukan sekedar mensucikan badan, lebih dr itu, terapi batin, obat kulit, dan terapi hati.
Semua itu akan terlaksana jika saat wudhu kita menyelami wudhu tsb. Saya suka membayangkan bagaimana kalau Rasul dan Sahabat berwudhu. Mereka pasti wudhu di tempat yg terbatas, tapi bagus wudhunya, bahkan selalu menjaganya.
Dan aku? Kita? Berwudhu di tempat yg nyaman, bersih, airnya banyak, tapi masih tidak merasakan dahsyatnya efek wudhu, wah, sayang sekali.
Sejatinya, wudhu yg berefek itu wudhu yg dilakukan dgn keikhlasan dan keridhaan pada Allah. Bagaimana, sih, wudhu yg ikhlas itu? Wudhu yg ikhlas itu ialah wudhu yg kita lakukan di waktu yg membuat kita malas unk berwudhu tapi kita tetap melaksanakannya karena kita bertanggung jawab pada komitmen kita sebagai seorang muslim. Seperti wudhu di malam yg gelap (sepertiga malam), wudhu saat cuaca dingin, wudhu saat kita sejatinya dekat dgn sumber air (kosan).
Begitu pun di sekolah tempatku mengajar. Wudhu mendapat perhatian khusus dr sekolah. Bahkan target utama pencapaian di kelas tiga adalah wudhunya sudah tertib.
Anak-anak tadi sudah melewati Festival Wudhu (hanya di level tiga saja). Mereka praktek wudhu yg benar. Beberapa anak masih belum sempurna dalam membasuh wajah. Namun, tidak sedikit yg sudah melakukannya dgn baik.
Sungguh bangga jika anak-anak memperbagus wudhunya tidak hanya di depan fasil, tapi di mana pun. Itu lah PR besar fasil di semua level, sebab saat dipantau wudhunya bagus saat lepas pantauan wudhunya asal. Tentunya mungkin harus ditanamkan bahwa ada Allah yg Maha Melihat. Namun, semua itu akan sulit dan takan pernah tercapai jika fasilnya sendiri belum yakin dan terbiasa atas hal tersebut #Jleb.
Setiap percikan wudhu yg jatuh ke kulit bagaikan tetesan-tetesan air yg jatuh ke tanah yg tandus, sangat menyejukan dan menentramkan.
Berwudhulah terus sampai wudhu itu melekat dalam dirimu.
Oh, tidak, sudah isya. Aku harus segera pergi.
Baik, itu lah sekelumit kisah di Jumuah siang tadi. Semoga wudhu menjadi nafas kita. Dan harus diingat, bahwa dengan wudhu semoga org yg memandikan kita saat kita terbujur kaku tidak kesulitan mengelupasi daki dan kotoran sebab tubuh kita sudah bersih karena wudhu.
"Menurut pengakuan pemandi jenazah, biasanya jenazah paling sulit dibersihkan itu di sela-sela kakinya. Hmmm. Jangan sampai kita jadi bagian yg susah tsb. Jangam menyusahkan org, pantang jadi beban, Nak!" itu lah yg sering saya sampaikan kpd anak-anak.
Soleh/ah terus, Anak-anakkuuu. ♥(。’▽’。)♡(。’▽’。)♡
NB: Ada hal lucu yg sering saya ucapkan saat memanggil anak. Saya sering memanggil anak-anak dgn panggilan, "Anakku, dambaan umat, dambaan negeri, dambaan dunia." Besoknya, ada anak sepulang ikut pengajian Ust. Felix Siauw berkata, "Bu, aku mau menaklukan Roma." Fasilnya hanya bisa ternganga dan menelan ludah.
"Emaknya, siapaaa ini anak?" Batinku dalam hati.
Sudah, ya.
Kok, bisa?
Awalnya saya biasa saja pada wudhu. Berwudhu sebagai syarat beribadah saja. Namun, setelah mengenal Islam dan mendengar cerita tentang terompah Bilal yg sudah di surga sebab menjaga wudhu, dari sana semua bermula.
Semakin lama mencari jadi semakin tau kehebatan wudhu. Nyatanya, wudhu bukan sekedar mensucikan badan, lebih dr itu, terapi batin, obat kulit, dan terapi hati.
Semua itu akan terlaksana jika saat wudhu kita menyelami wudhu tsb. Saya suka membayangkan bagaimana kalau Rasul dan Sahabat berwudhu. Mereka pasti wudhu di tempat yg terbatas, tapi bagus wudhunya, bahkan selalu menjaganya.
Dan aku? Kita? Berwudhu di tempat yg nyaman, bersih, airnya banyak, tapi masih tidak merasakan dahsyatnya efek wudhu, wah, sayang sekali.
Sejatinya, wudhu yg berefek itu wudhu yg dilakukan dgn keikhlasan dan keridhaan pada Allah. Bagaimana, sih, wudhu yg ikhlas itu? Wudhu yg ikhlas itu ialah wudhu yg kita lakukan di waktu yg membuat kita malas unk berwudhu tapi kita tetap melaksanakannya karena kita bertanggung jawab pada komitmen kita sebagai seorang muslim. Seperti wudhu di malam yg gelap (sepertiga malam), wudhu saat cuaca dingin, wudhu saat kita sejatinya dekat dgn sumber air (kosan).
Begitu pun di sekolah tempatku mengajar. Wudhu mendapat perhatian khusus dr sekolah. Bahkan target utama pencapaian di kelas tiga adalah wudhunya sudah tertib.
Anak-anak tadi sudah melewati Festival Wudhu (hanya di level tiga saja). Mereka praktek wudhu yg benar. Beberapa anak masih belum sempurna dalam membasuh wajah. Namun, tidak sedikit yg sudah melakukannya dgn baik.
Sungguh bangga jika anak-anak memperbagus wudhunya tidak hanya di depan fasil, tapi di mana pun. Itu lah PR besar fasil di semua level, sebab saat dipantau wudhunya bagus saat lepas pantauan wudhunya asal. Tentunya mungkin harus ditanamkan bahwa ada Allah yg Maha Melihat. Namun, semua itu akan sulit dan takan pernah tercapai jika fasilnya sendiri belum yakin dan terbiasa atas hal tersebut #Jleb.
Setiap percikan wudhu yg jatuh ke kulit bagaikan tetesan-tetesan air yg jatuh ke tanah yg tandus, sangat menyejukan dan menentramkan.
Berwudhulah terus sampai wudhu itu melekat dalam dirimu.
Oh, tidak, sudah isya. Aku harus segera pergi.
Baik, itu lah sekelumit kisah di Jumuah siang tadi. Semoga wudhu menjadi nafas kita. Dan harus diingat, bahwa dengan wudhu semoga org yg memandikan kita saat kita terbujur kaku tidak kesulitan mengelupasi daki dan kotoran sebab tubuh kita sudah bersih karena wudhu.
"Menurut pengakuan pemandi jenazah, biasanya jenazah paling sulit dibersihkan itu di sela-sela kakinya. Hmmm. Jangan sampai kita jadi bagian yg susah tsb. Jangam menyusahkan org, pantang jadi beban, Nak!" itu lah yg sering saya sampaikan kpd anak-anak.
Soleh/ah terus, Anak-anakkuuu. ♥(。’▽’。)♡(。’▽’。)♡
NB: Ada hal lucu yg sering saya ucapkan saat memanggil anak. Saya sering memanggil anak-anak dgn panggilan, "Anakku, dambaan umat, dambaan negeri, dambaan dunia." Besoknya, ada anak sepulang ikut pengajian Ust. Felix Siauw berkata, "Bu, aku mau menaklukan Roma." Fasilnya hanya bisa ternganga dan menelan ludah.
"Emaknya, siapaaa ini anak?" Batinku dalam hati.
Sudah, ya.
Comments
Post a Comment