Skip to main content

Sepenggal Cerita dari Gunung Halimun Salak

Bismillah

Dua hari setelah konsultasi rapot anak, guru-guru SABin dihadapkan pada satu tantangan cukup ekstrem, yaitu Survival.

Survival sendiri artinya cara bertahan hidup dalam kondisi darurat. Kurang lebih seperti itu.

Pelaksanaan kegiatan ini berlangsung selama tiga hari dua malam, yakni pada tanggal 26-27-28 Desember 2017.

Tempat survival kami di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, salah satu tempat yang sering dijadikan tempat kemah.

Terletak di daerah Bogor dan Sukabumi. Aku cukup sering ke daerah ini, karena SABin rajin belajar di gunung.

Keberangkatan kami di hari Selasa subuh. Setelah sarapan nasi goreng, kami berkumpul sesuai kelompok kemudian naik tronton.

Perjalanan terasa lama, lima jam. Terguncang-guncang, kepala terjeduk, dsb; adalah hal lumrah dalam kegiatan belajar di gunung.

Singkat cerita, tiba lah kami di TNGHS dengan ceria dan bahagia. Hari pertama terjalani dengan sangat baik, karena masih disuplai makanan oleh panitia ditambah masih berkelompok, jadi bisa mengobrol, bercengkrama, bercanda, dsb. Satu hari itu jadi tidak terasa. Alhamdulilah.

Hari kedua tiba. Mulai mencekam, sebab kegiatan puncak survival akan segera dimulai. Kami berangkat subuh untuk berjalan mendaki gunung membuat kemah-kemah sendirian.

Banyak aturan yang diberlakukan di sana. Mulai dari barang bawaan yang dibatasi, tidak boleh berkomunikasi, dan hal yang paling geregetnya yaitu kami harus bertahan selama dua hari tanpa suplai makanan dari panitia. Tidaaak!

Perjalanan dimulai setelah subuh. Kami berjalan menyusuri jalan kecil. Mengarungi bebatuan, air, dan akar-akaran. Sunyi. Hanya terdengar langkah-langkah kaki yang menabrak dedaunan dan ranting.

Tiba lah kami di tempat baru. Panitia memerintahkan agar kami membuat perkemahan sendiri dengan jarak setiap kemah sepuluh meter. Semuanya diam maka itu artinya dunia semakin senyap dan hidup terasa sendirian padahal banyak orang.

Aku membuat tenda di tanah yang cukup bagus, landai, alhamdulilah. Mengandalkan kemampuan mengikat simpul saat pramuka zaman SMP dulu, cukup membantu menyelesaikan kemah dengan cepat. Setelah yakin kuat dan kokoh, aku membuat perapian. Api yang menyala cukup besar. Setengah jam diam tanpa kata, melepas lelah, perutku meminta jatah. Di sekitar kemahku memang dipenuhi rerumputan. Ku lihat banyak sekali belalang berlarian meminta ditangkap.

Aku ingat saat aku masih kecil. Aku berkunjung ke rumah Paman di daerah pedalaman. Paman dulu seorang petani. Hidupnya sering dihabiskan di sawah. Saat aku berkunjung ke rumahnya, dia tidak ada di rumah. Katanya dia sedang bekerja di sawah. Lantas bibiku yang notabene istrinya membuatkan masakan spesial untukku yaitu goreng belalang yang ditangkap langsung oleh Pamanku.

Aku memakannya. Nyum. Zzz. Kok, rasanya aneh? Aku mual dan tidak suka. Tidak aku habiskan dan segera ke luar. Namun, kata Bibi goreng belalang ini sangat enak sekali. Apalagi kalau pake nasi. Zzz lagi.

Saat kelaparan di tengah hutan itu lah, aku teringat masa tersebut. Aku rasa, belalang hutan/gunung akan berbeda rasanya dengan belalang sawah. Hmmm. Pasti gurih. Tak menunggu lama, aku segera berburu belalang. Hap. Hap. Hap. Aku mencoba menangkap belalang yang kecil-kecil. Alhamdulilah dapat banyak. He he.

Api yang kunyalakan memang menantangku untuk membakar sesuatu. Setelah mendapatkan kurang lebih enam ekor, aku langsung membakarnya. Hanya sekitar satu menit, sate belalang sudah matang. Aku makan dengan tambahan garam. MasyaAllah. Lezat sekaliii. Apa karena efek lapar, ya? Entah lah, yang jelas sate tersebut memberikan kekuatan untuk beberapa jam. Cukup untuk menopang perut untuk berdiri tegap.

Sampai di kemah kedua, aku cukup terhenyak dengan tempatnya. Tempat tersebut atas arahan asesorku. Tanahnya tidak rata, lembab, dan cukup jauh dari teman yg lain. Setelah mendirikan perkemahan, agar terasa ada tanda kehidupan, aku membuat perapian lagi. Tapi kabar buruknya, tidak berhasil sampai sirine dibunyikan. Tak ada hasil. Api tidak awet. Sebab daerahnya lembab. Entah lah. Mungkin ada yang tidak suka aku di situ. Hu hu. Meski tidak begitu awet, ternyata pepesan pakisku matang juga. Pasokan makanan demi menopang perut di perkemahan selanjutnya. Lumayan.

Perjalanan ke perkemahan ketiga yang paling berat. Jauh dan tempatnya ekstrem. Jauh dari peradaban. Tempat perkemahan dipenuhi pepohonan liar yang lebat. Tidak sedikit teman-teman yang menemukan kandang hewan atau bahkan bertemu langsung dengan hewannya. Seperti ular dan babi hutan.

Di tempat kemahku sendiri ada sebuah lubang besar dan dua lubang kecil. Aku rasa jtu tempat tinggal/sarang babi. Bersyukur dia tidak datang 😨

Hal pertama yang kulakukan setelah tenda berdiri kokoh adalah menyalakan api cukup besar agar bisa menyala sampai pukul dua dini hari. Sebab perpindahan kemah akan dilaksanakan pukul dua.

Malam terasa sangat sunyiiii. Senyap sekali. Tidak ada suara apa-apa. Bahkan saat menjelang magrib, suara azan tidak terdengar. Aku menangis dalam hati. Ketakutan melandaku. Ini suatu pertanda yang sangat buruk. Aku sedang berada di pedalaman. Suara azan saja tidak sampai. Aku benar-benar takut.

Selain takut ada ular yang masuk, aku juga takut kesenyapan yang mencekam. Malam itu aku lalui dengan perasaan takut yang sulit diungkapkan. Aku hiasi malam dengan melafalkan surat-surat pendek yang ku hafal, bersalawat, berzikir, dsb. Aku tidak suak sepi dan senyap ini.

Mulutku terus "berdendang" sampai aku kelelahan dan tertidur. Kondisi hati yang takut nyatanya membuat tidurku tidak terlelap. Setiap satu jam sekali aku terbangun dan menengok jam. Berharap sekali jarum jam ada di angka dua. Tapi, ternyata tidak pernah sampai. Lama sekali. Argh. Menyakitkan. Rasanya ingin menangis kencang. Aku ingin pulaaang. Atau kalau boleh ada seseorang yang bisa melindungiku dari rasa takutku ini.

Saat aku mulai benar-benar tidur, sirine perpindahan kemah berbunyi. Aku membuka kemah dengan sempoyongan. Aku sampai lupa mematikan perapian. Semoga sudah mati. He he.

Perjalanan ke tempat selanjutnya cukup melelahkan. Tenaga sudah penyisaan. Namun, Allah masih menguatkan dengan rahmat-Nya. Sampai juga di tempat ke empat. Lagi-lagi aku dapat tempat yang tanahnya tidak rata. Namun, cukup memberi kenyamanan untuk tidur.

Pukul tiga dini hari aku terlelap di perkemahan ke empat. Dinginnya embun benar-benar menusuk tubuh. Tembus sampai ke kaki yang kusulam sepatu dan kaos kaki. MasyaAllah.

Singkat cerita. Kemah-kemah selanjutnya dilalui dengan baik. Sampai akhirnya perjalanan selesai dan sampai di posko utama. Panitia sudah menyiapkan teh manis hangat beserta rebus jagung dan ubi. MasyaAllah, rasanya ingin menangis dan sujud sukur.

Wajah-wajah lelah itu kini telah sembuh dan kembali ceria. Alhamdulilah.

Yeee.

Tadi, saat berjalan berdua bersama salah satu panitia (akhwat), dia berkisah bahwa tendaku selalu tampak nyaman dan adem, bahkan cukup keren bisa menyalakan perapian. Pokoknya, menurut beberapa panitia, sepertinya ini bukan pertama kalinya bagiku. Seperti sudah berpengalaman.

Jika mereka beranggapan seperti itu, maka sebenarnya tidak salah. Sejak kecil aku hidul bersinggungan dengan alam. Ditambah, selama lima tahun (SD 5-6, SMP 1-3) aku aktif di eskul Pramuka.

Sering ikut lomba, berkemah, dsb. Jadi, kegiatan survival kemarin bagiku seperti bernostalgia dengan semua kenangan masa kecil. Alhamdulilah. Bahagia bisa mengenang masa kecil.

Cukup kisahnya sampai di sini. Aku rasa aku harus segera tidur agar besok segar. Sekian, ya. Dadah.

Comments

Popular posts from this blog

Housewife Vs Homemaker

Housewife vs Homemaker? Apa ini? Dalam Bahasa Inggris, profesi IRT alias Ibu Rumah Tangga biasa disebut housewife . Karena ilmu bahasa Inggris saya nihil, jadi saya gak tau kenapa orang Inggris menamakan IRT itu dengan sebutan housewife ? Sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata, "rumah" dan "istri". Kalau dibolehin untuk ngasih opini dari kelas sudra saya, mungkin maksudnya adalah seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah. Wah, keren. Lebih lengkapnya bisa mungkin cari di kamus EOD, Gais. Daripada penasaran, hehe. Gak salah memang kalau seorang IRT diartikan sebagai seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah, sebab memang begitu lah kenyataan yang sering terjadi di masyarakat. Namun, karena bahasa punya sifat inovatif, di mana dia bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, bisa jadi kosakata housewife  dapat digantikan perannya menjadi homemaker . Wah, apa itu? Istilah homemaker  tercetu

Belajar Bahasa Jepang Sehari-hari

Di Rumah Orang Jepang biasanya sesaat setelah mereka bangun pagi, akan langsung menyapa keluarganya. Dengan ucapan selamat pagi, "Ohayou" . Mereka akan saling mendahului untuk menyapa dengan ucapan ini. Mari kita mulai percakapannya! Sakura : "Ohayou" Okaasan : "Ohayou" Otousan : "Ohayou" Kenta (Imouto) : "Ohayou" Sakura : Hayaku okiru ne, Kenta ha." Okaasan : "Sou ne. Kyou otona ni nattakara ne." Kenta : "Nande sore. Kyou shiken ga attakara." Otousan : " Yoku ganbatte ne . Jaa, ikanakya. Ittekimasu . " Okaasan : "A, itterashai ." Kenta to Sakura : " Itterashai ." Terjemahan Sakura : "Pagi." Ibu : "Pagi." Ayah : "Pagi" Kenta (adik laki-laki) : "Pagi." Sakura : "Kenta bangunnya cepet ya." Ibu : "Iya ya. Karena sekarang ma udah gede." Kenta : "Apaan sih. Aku bangun cepet karena ada ujian hari in

Asmaul Husna*

Saat mendengarkan iklan di radio MQ FM, saya terkesan oleh salah satu lagu di dalamnya. Lagu itu menyanyikan 99 nama-nama Allah yang baik dan agung, yakni Asmaul Husna. Lalu sadar kalau laguitu sangat menyentuh hati saya, saya buru-buru merekamnya. Dan lalu saya menangis ketika mendengarkannya. Alhamdulilah. Sudah dua minggu semnejak saya mendapatkan lagu baik itu. Lalu saya ingin sekali mengikuti lagu tersebut. Namun saya terbatas karena belum hafal lirik lagunya. Dengan beberapa kali mendengarkan lagu itu, saya pun menulis liriknya yang semoga sesuai dengan lagu tersebut. Saya masih belum tahu siapa gerangan sang biduannya. Mungkinkah Sami Yusuf? Hemm. Siapapun dia, semoga Allah menjaganya dengan sebaik-baik perlindungan ^^ Bdw, ini lanngsung saja saya lampirkan liriknya. Siapa tahu kalian sudah  punya lagunya tapi belum tahu liriknya. Hehe. Mari kita sharing . Yang bisa nyanyiin lagunya, ayo nyanyikan! Ya Allah...4x Ya Allah...4x Allahu antal malikul quddus... Wal jabbarul