Skip to main content

Never Mind

Hari ini aku mendaratkan kaki di Bintaro tepat pada pukul 11.30, saat Bintaro sedang panas-panasnya, alhamdulilah. Tadi pagi aku berangkat pukul 06.25, dari rumah. Naik ojek kepagian. Tukang ojek langganan aku datang terlalu pagi.

Ibukku juga, sih, yg meminta dia datang pukul 06.30. Saat aku bertanya kenapa, Ibu hanya menjawab, "Dia kan suka telat, jadi harus meminta dia datang lebih awal." Tapi, faktanya dia datang lebih awal. Hmmm. Perkiraan Ibuku ternyata meleset.

Selama kurang lebih lima belas menit, aku berdiri mematung di jembatan kecil, menunggu bus Asli berwarna hijau muncul. Pukul 07.00 tepat, akhirnya kaki ini masuk juga ke bus dan mendaratkan diri di tempat duduk (kursi yang ditempati saat itu adalah kursi penumpang untuk tiga orang dan aku duduk di baris ke tiga).

Selama perjalanan, aku baik-baik saja. Tapi, setelah bus berjalan selama 20 menit, aku baru tersadar ternyata jendela mobilnya agak sedikit aneh. Jendelanya tidak bisa dibuka, apalagi digeser-geser. Ditambah penumpang membludak karena akan kembali ke kota setelah libur tahun baru. Alhasil, karbon dioksida di dalam bus lebih banyak dari pada oksigen. Huaaa. Panaas.

Udara di dalam bus membuat keringat meleleh ke sekujur tubuh. He he. Tidak apa-apa. Kuncinya nikmati saja, Sob. Weis, kapan lagi to? Mungkin, bulan depan kita sudah naik mobil punya sendiri atau punya suami, he he. Amin.

Di sampingku ternyata duduk seorang perempuan berusia sekitar empat puluh tahun. As always, I want to enjoy my time at the bus. Jadi, tidak SKSD seperti Melin biasanya.
Aku lebih banyak diam. Tidak bertanya. Fokus pada pemandangan langit.
O, maybe this is effect of survival last week? Hmmm. Bisa jadi.

Dua jam terlewati dengan aman terkendali. Akhirnya bus sampai juga di Terminal Pakupatan, Serang. Di sini para penumpang yang akan ke Serang atau ganti mobil menuju kota Serang dan sekitarnya bisa turun. Sebab bus Asli ini akan berakhir di Kalideres. Berhenti di sini, hanya transit.

Secara otomatis, bangku bus menjadi kosong. Agar mudah mencolek Abang Tampan Kondektur (jadi inget sesuatu saat berucap Abang Tampan 😄) aku berpindah tempat ke bangku bagian depan. Bangku yang pas sekali dekat dengan pintu.

Aku meninggalkan ibu yg duduk di sampingku.
Dia bertanya, "Apakah ini stasiun terakhir?"
Ku jawab, "Bukan, Bu. Memang mau ke mana, Bu?"
Dia menjawab kalau dia akan pergi ke Kampung Rambutan.
Halaaah, aku tidak tau kalau mau ke sana harus turun di terminal mana.
Aku hanya menjawab, "Oh. Bukan, Bu. Permisi, ya Bu."

Alhamdulilah, kini aku sudah pindah dan duduk nyaman di depan pintu. Aku berharap angin besar masuk menghanyutkan panasnya suhu di bus.
Tapi, bus masih diam. Ditambah para pedagang asongan berduyun-duyun masuk. Menjual banyak dagangan.

Sabaaar.

Tidak lama dari itu, sang kondektur mengusir mereka, karena bus akan berangkat. Yeee.

Baru saja bus berjalan beberapa meter, di depanku ada bus putih bertuliskan, Kampung Rambutan-Merak.
"Wah. Jadi, Ibu yang tadi seharusnya turun di sini? Jadi, aku salah, dong? Bagaimana kalau Ibu itu tersesat? Huaaa." Aku panik dan berguman sendiri. Mulai merasa bersalah. Aku bergumam lagi,"Oh, ya mungkin di terminal Kalideres juga bisa. Tenang saja, semoga ibu tadi diberi petunjuk oleh Allah SWT." Lirihku. Aku pun tenang dan kembali mengahyutkan diri. Mencoba menikmati kembali duduk di kursi depan dengan segala kecamuk pikiran.
"Semoga pemandangan di sini lebih baik." Harapku. Namun ternyata, sama saja. Di sini kacanya buram. "Ya Allah", lirihku.

Bus hampir memasuki tol. Ku melirik ke kanan ternyata seorang wanita paruh baya tengah berdiri meminta turun kepada sopir. Dia berdiri di depan pintu sambil berpegangan ke kursi yg ku duduki. Kok, aku ngeri, yaaa? Itu ibu yang tadi duduk di sebelahku. Salah tidak, sih akuuu? Sepertinya tidak. He he. Aku takut dia marah dan menyalahkan aku. Semoga saja dia tidak melihatku. Aku sibuk dengan pikiranku.

 "Mau ke mana, Bu?" Teriak sopir.
"Mau Ke Kampung Rambutan. Saya mau turun di sini." katanya dingin.

"Sepertinya beliau sudah dapat ilham dan petunjuk", batinku. Aku hanya berucap, "Alhamdulilah, ya Allah. Legaaaa. Aku jadi tidak merasa bersalah lagi."

Ya sudah, akhirnya sopir menurunkan ibu tsb. Sang sopir juga memberi tau kalau mennunggu bus tujuan ke Kampung Rambutan, bisa di situ. Alhamdulilah, aku merasa terbebas. Horeee.
***
Sampai lah aku di stasiun Tanah Tinggi. Aku meminta sopir memberhentikanku di lampu merah dekat stasiun. Bus berhenti dan aku pun turun dengan lancar.

Ternyata, yang turun tidak hanya aku. Ada juga laki-laki berpostur tinggi sambil membawa tas ransel sekaligus menjingjing ban motor yang masih dibungkus. Aku merasa, dia pasti hendak naik kereta juga. Ok, aku cukup tenang, karena ku pikir mungkin saat menyebrang nanti, aku bisa dibantu menyebrang olehnya. Secara, dia seorang lelaki. Biasanya aku disebrangkan.

Menurutku, menyebrang di lampu merah dekat stasiun tersebut cukup susah. Karena dua jalur. Nah, apalagi kalau perempuan, ya, yang identik dengan rasa takut, he he. Bisa tidak menyebrang-nyebrang selamanya karena ngeri #eh.

Tapi, cukup mengejutkan! Dia ternyata berjalan begitu saja tanpa sepatah kata pun. Berbasa basi misalnya.

Saya merasa kalau dia tidak punya rasa kepedulian terhadap kaum minoritas yang tidak berani dalam menyebrang seperti saya ini. Dia menyebrang duluan dan meninggalkan saya sendirian. Hmmm. Nikmatnya tidak diajak menyebrang. He he.

Saya tidak meminta banyak, sih. Tidak usah disebrangin, deh. Tapi, minimal diajak gitu, he he. Ada bahasanya sebagai lelaki.

Lantas saya berpikir liar, "Benarkah dia seorang lelaki?" Cukup dibuat heran.

Namun, saat di penyebrangan kedua, saya lihat, dia tampak masih ragu untuk menyebrang. "Ulalala", teriakku dalam hati.
"Ini kesempatanku. Ini lah saatnya menunjukan ketidakjantanan dia di hadapan perempuan." Pikirku penuh dendam #Eh.

Dengan berani, aku menyebrang sendirian. Aku ingin menunjukan, bahwa perempuan juga bisa, kok! #CeritanyaMarah.

Sungguh lucu sekali ini lelaki. Suwer. 😂 Saya merasa menaaang. Skor sementara 1-1.

Sampai di stasiun, aku membeli tiket dan segera berdiri di emperan trotoar (apa lah itu namanya, ya, hahaha, lupa), dan tau tidak? Di sampingku telah berdiri lelaki sedang menunggu kereta, lelaki kurang jantan tadi, maaf, ya. He he.

Aku melihatnya karena tadi memutarkan kepala ke beberapa arah. Dan, saat melihat ke samping, ternyata ada orang yang tadi.

Aku melihatnya sekilas, memastikan apakah benar dia yang tadi? Dan, benar. Ban di tangannya yang membuatku kenal.

Aku menatapnya dgn tatapan rata. Setelah aku yakin itu orang yang tadi dan dia pun melihatku, segera aku mengalihkan pandangan kembali ke arah kereta dengan sama rata seperti di awal. He he.

Penasaran tidak bagaimana ekspresi aku yang rata itu? Ya, hampir mirip lah dengan ekspresi wajah Roxy di film Kingsman saat dia menatap Eggsy (efek film ini sungguh terlaaaluuu, ya, he he).

Kereta tiba, alhamdulilah aku berpisah dengan lelaki tadi. Mulai menikmati suasana di kereta yg cukup sejuk. Aku tidak duduk namun bersandar manja ke pintu #Eaaa.

Kereta berjalan terus dan berhenti di Stasiun Poris. Ada dua orang pemumpang naik dan memutuskan berdiri di dekatku. Dari wajahnya, sih, aku menebak kalau mereka orang Batak. Ibu dan anak. Anaknya seumuran denganku. Tapi, ibunya lebih tua dr ibuku di rumah.

Mereka berdiri berdekatan denganku, karena penuh. Aku sedikit grasak grusuk saat kereta mulai bejalan. Niatnya akan memasukan sesuatu ke dalam tas, eh, malah tangan ini grasak grusuk ke tas orang Batak tsb.

Tentu saja ibu itu segera mengangkat tasnya ke arah samping. Sepertinya dia merasa saya hendak mengambil sesuatu. Dikiranya saya pencuri. Dia pun memberi kode pada anaknya.

Anaknya berkata, "Untung ketauan, ya!"

Waduh, mereka mengira aku akan mencuri sampai berkata begitu. Aku mulai kurang nyaman.

Setelah itu, kereta berhenti di Stasiun Duri. Aku berjalan ke arah kursi untuk melepaskan lelah. Tapi, nyatanya aku kaget, karena bertemu lagi dengan mereka.

Tidak bisa dihindarkan, aku mendengar lagi celetukan anak perempuannya, "Aku tau dia itu orang Batak."

Hah. Ini apa maksudnya, mereka, kok, membicarakan aku? Aku agak sedikit kurang nyaman karena dijadikan bahan obrolan.

Mungkin kalian bertanya, kenapa aku berspekulasi seperti itu? Ya, karena wajah mereka mengarah kepadaku saat berkata begitu. He he.

Mungkin lagi, saat di dalam kereta tadi, anak perempuannya melihat isi ponselku (aku membuka ponsel agar tidak kesal), dan sepertinya dia melihat tulisan "Opung" (Kakek) saat aku membuka daftar panggilan ke luar.

Aku sudah merasa tidak nyaman dengan mereka. Mungkin efek dari rumah juga, sih.

Pulang ke Bintaro, tidak bisa membawa tas Kakak yang cukup bagus untuk acara resmi seperti acara pernikahan, perpisahan, dll.

Ditambah lagi, saat aku berangkat, Bapak yang biasanya ngasih nasihat dan pesan untukku, pagi itu saat salim, dia tidak melakukannya. Aku heran dan agak sedih. Akhirnya terbawa sampai ke Bintaro. He he.

Ya sudah, agar reda kesalnya, aku memutuskan untuk pergi menjauh saat mereka mendekatiku. "Tau ah, gelap", bisikku lirih. Tuh, kan, aku sensitif. He he.

Kereta tujuan Tanah Abang akhirnya datang. Sekitar lima belas menit berjalan, mendarat lah aku di kereta jurusan Jurang Mangu. Dan, alhamdulilah sampai ke kosan dgn selamat sentosa, tak kurang suatu apa pun.

Saat pesan ojek daring, aku sempat terdera plin plan (atau galau?). Plin plan menentukan tujuan. Langsung ke kontrakan saja atau pergi ke Giant dulu (ke ATM-nya untuk membayar hutang)?

Di aplikasi Grab, aku tulis alamat kontrakan, Jl. Haji Som, hmmm, dan entah kenapa saat pengendaranya mengirim pesan singkat, aku meminta diantar ke Giant saja. Dia menyetujuinya. Tapi, saat di jalan layang, aku berubah pikiran lagi, meminta diantar ke kosan saja. Astagfirullah. Plin plan akut mulai ke luaaar.

Tapi, untung saja bapak ojek daringnya baik. Bisa diajak kompromi. He he.

OK. Itu lah secuplik kisah perjalanan pulangku ke Bintaro di tahun 2018. Semoga ada yang bisa diambil. Aku berharap akan selalu ada kisah menarik lain dalam setiap kisah perjalananku. Amin.

Sampai jumpaaaa. ♥

Comments

Popular posts from this blog

Housewife Vs Homemaker

Housewife vs Homemaker? Apa ini? Dalam Bahasa Inggris, profesi IRT alias Ibu Rumah Tangga biasa disebut housewife . Karena ilmu bahasa Inggris saya nihil, jadi saya gak tau kenapa orang Inggris menamakan IRT itu dengan sebutan housewife ? Sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata, "rumah" dan "istri". Kalau dibolehin untuk ngasih opini dari kelas sudra saya, mungkin maksudnya adalah seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah. Wah, keren. Lebih lengkapnya bisa mungkin cari di kamus EOD, Gais. Daripada penasaran, hehe. Gak salah memang kalau seorang IRT diartikan sebagai seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah, sebab memang begitu lah kenyataan yang sering terjadi di masyarakat. Namun, karena bahasa punya sifat inovatif, di mana dia bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, bisa jadi kosakata housewife  dapat digantikan perannya menjadi homemaker . Wah, apa itu? Istilah homemaker  tercetu

Belajar Bahasa Jepang Sehari-hari

Di Rumah Orang Jepang biasanya sesaat setelah mereka bangun pagi, akan langsung menyapa keluarganya. Dengan ucapan selamat pagi, "Ohayou" . Mereka akan saling mendahului untuk menyapa dengan ucapan ini. Mari kita mulai percakapannya! Sakura : "Ohayou" Okaasan : "Ohayou" Otousan : "Ohayou" Kenta (Imouto) : "Ohayou" Sakura : Hayaku okiru ne, Kenta ha." Okaasan : "Sou ne. Kyou otona ni nattakara ne." Kenta : "Nande sore. Kyou shiken ga attakara." Otousan : " Yoku ganbatte ne . Jaa, ikanakya. Ittekimasu . " Okaasan : "A, itterashai ." Kenta to Sakura : " Itterashai ." Terjemahan Sakura : "Pagi." Ibu : "Pagi." Ayah : "Pagi" Kenta (adik laki-laki) : "Pagi." Sakura : "Kenta bangunnya cepet ya." Ibu : "Iya ya. Karena sekarang ma udah gede." Kenta : "Apaan sih. Aku bangun cepet karena ada ujian hari in

Asmaul Husna*

Saat mendengarkan iklan di radio MQ FM, saya terkesan oleh salah satu lagu di dalamnya. Lagu itu menyanyikan 99 nama-nama Allah yang baik dan agung, yakni Asmaul Husna. Lalu sadar kalau laguitu sangat menyentuh hati saya, saya buru-buru merekamnya. Dan lalu saya menangis ketika mendengarkannya. Alhamdulilah. Sudah dua minggu semnejak saya mendapatkan lagu baik itu. Lalu saya ingin sekali mengikuti lagu tersebut. Namun saya terbatas karena belum hafal lirik lagunya. Dengan beberapa kali mendengarkan lagu itu, saya pun menulis liriknya yang semoga sesuai dengan lagu tersebut. Saya masih belum tahu siapa gerangan sang biduannya. Mungkinkah Sami Yusuf? Hemm. Siapapun dia, semoga Allah menjaganya dengan sebaik-baik perlindungan ^^ Bdw, ini lanngsung saja saya lampirkan liriknya. Siapa tahu kalian sudah  punya lagunya tapi belum tahu liriknya. Hehe. Mari kita sharing . Yang bisa nyanyiin lagunya, ayo nyanyikan! Ya Allah...4x Ya Allah...4x Allahu antal malikul quddus... Wal jabbarul