Maaf kalau judulnya tidak sesuai aturan, ya. Sudah sesuai belum, sih? He he. Semoga sudah.
Kenapa saya mengambil judul di atas? "Speak Up. It's Healing You!"?
Judul ini hadir berawal dr keterkejutan saya atas apa yg saya alamai.
Seorang teman, mengajak saya untuk mengunjungi seorang kiayi untuk memeriksa diri apakah ada penghalang atau sesuatu di badan saya dan dia, yang jadi penyebab jodoh tidak kunjung datang pada kami.
Wow. Halo?
Jujur, saya terkejut. Haruskah sejauh itu? Sedih. Sedih sekali.
***
Berbicara masalah sedih, kesedihan biasanya datang karena masalah yg kita hadapi disimpan sendiri tidak dibagi-bagi. Seperti, kita mendapat cacian dari tetangga karena belum menikah. Kita pendam sendirian. Itu sangat berbahaya, Sobat!
Bicarakan masalahmu. Dengan orang tua, suadara, atau teman yg dipercaya.
Speak up! It's healing you!
Bicaralah. Ini menyembuhkanmu! Sungguh.
***
Bicara apa? Bagaimana?
***
Dalam buku "Bahasa Bunda Bahasa Cinta" disebutkan bahwa saat anak marah, kesal, sedih, mereka sesungguhnya tidak butuh apa-apa kecuali mengalirkan rasa! Apa itu mengalirkan rasa? Seperti apa?
Jadi, saat anak marah, kita sebutkan nama perasaannya. "Adek marah?" Kalau dia sedang kesal, sebutkan nama perasaannya, "Kakak kesal?" dsb.
Hal ini bisa membantu anak untuk menceritakan perasaan dan masalahnya. Dengan mengalirkan perasaannya, anak tersebut akan merasa dipahami. Bicarakan!
Tidak hanya untuk anak-anak saja, untuk orang dewasa pun hal ini sangat penting. Kebanyakan kita memendam perasaan kesal, marah, dendam di hati dalam jangka waktu yang lama. Hal ini bisa menyebabkan orang tersebut menjadi pendendam dan berperasaan sensitif. Hal terburuknya adalah dia tidak pernah bahagia.
Mengalirkan rasa ini sangat perlu. Jika tidak ada teman yang bertanya tentang perasaan kita saat ada yang mengganjal, maka mulai lah bercerita duluan. Pilihan pertama untuk diajak curhat tentang masalah kita adalah orang tua (ibu).
Kenapa ibu? Ya, karena dia kelarga kita. Orang yg punya hak atas diri kita. Orang yg doanya tidak pernah ditolak sama Allah. Dan yang lebih pentingnya, hati ibu lebih berempati.
Saya suka terang-terangan menceritakan kegalauan pada ibu. Tentang pekerjaan, harapan, menikah, dll.
"Mak, doakan Dada, ya. Biar bisa menggapai mimpi. Bisa jadi ustadzah" begitu biasanya.
Ibu saya hanya menimpali, "Wah, ya, kalau mau jadi ustadzah, harus bisa tafsir Quran, dong."
Berat. Hmmm. Padahal pengennya, "Oh, iya. Belajar yang rajin, ya." He he.
Saya berpikir untuk menjadi ustadzah di keluarga kecil saya dulu, he. Jangan untuk umum. Kalau untuk umum, ya memang dia harus paham, sepaham-pahamnya tentang agama, Alquran, dan Sunnah. Bagi saya, mimpi jadi ustadzah itu saya harus paham agama saya sendiri. Hehe.
Terus pernah bercerita juga tentang ikhwan yang datang. Saya coba minta pendapatnya, minta doanya, walau kadang ibu sering menginterupsi. He he.
Saat masalah atau beban sudah diluahkan, apatah lagi ke ibu, orang yang dekat dengan kita, hati akan menjadi tenang dan lega. Beban seakan berkurang sesenti. Dan biasanya semakin bertambah semangat dan daya juangnya. Jadi segar lagi. The power of mother.
Jadi, bicarakan masalahmu pada yg berhak! Jika segan pada orang tua, maka ceritakan ke Allah. Semoga beban di pundak menjadi sedikit sebab sudah terbagi-bagi. Bercerita ke ibu sebenarnya kadang ibu kita sendiri tidak memberi solusi, he he. Kalau bercerita ke Allah, kita dapat dua hal, ketenangan dan pintu solusi dibukakan. Tentu bercerita ke Allah harus memakai adab. Pertama, dalam keadaan suci. Kedua, memulai cerita dengan beristigfar. Ketiga, bercerita dengan kata-kata yang baik. Keempat, lemah lembut. Wow. Sempurnaaa.
Kalau ke ibu, memang sepertinya kita hanya butuh pengaliran rasa aja. Walau tidak ada hasil (solusi). Betul. Bercerita pada ibu jangan berharap banyak. Kita hanya butuh pendegar yang mau memahami. Kalau bahasa sekolahalamnya, "Mengalirkan rasa dengan bahasa bunda bahasa cinta" #Ea.
Masalahnya, temanku ini tampaknya bukan tipe anak yang dekat dan suka bercerita kepada ibunya. Dia tidak enakan. Takut ibunya menjadi beban bagi orang tuanya. Oleh karenanya dia tanggung sendiri perasaan gelisah dan resahnya tentang menikah. Padahal ada hak orang tua mencarikan jodoh yang baik untuk anak. Pada akhirnya, dia mencari jalan sendiri sampai mendapat cara tidak jelas untuk melampiaskan keinginannya menikah, yakni niat mengunjungi kiayi untuk perika kebatinan. Astagfirullah.
Tidak salah. Tapi, masih banyaaak hal lain yang lebih penting untuk dilakukan dalam mempersiapkan pernikahan. Salah satunya adalah menuntut ilmu, karena menikah itu tidak sesimpel yg dibayangkan #Cieee. Padahal belum nikah, he he.
Menurut saya, kalau dia berbicara, meluahkan keinginannya kepada orang tua, insyaAllah beban di pundak bisa berkurang. Walau tidak ada solusi. Jadi, setan tidak masuk untuk menggoda dan menghasut dengan banyak hal.
Apalagi kalau bercerita ke Allah. Berkah yang didapat. InsyaAllah.
Sesungguhnya setan selalu nyari celah untuk masuk agar kita khilaf. Tonjok saja. Kejaaar. Jangan dibiarkan merusak hati dan menjauhkan kita dr Allah. Bangkit!
Para ibuuuu, perbaiki komunikasi dengan anak. Agar anak tidak ragu curhat atau mengalirkan rasa kepada kita. Tidak usah dibeberkan solusi, kalau anaknya dirasa bisa mencari sendiri solusinya. Cukup dengarkan dan kuatkan saja mereka. Mereka hanya butuh seseorang yang bisa menguatkan di masa beratnya, karena sebenarnya mereka butuh teman seperjuanhan dan tidak mau menghadapi masalahnya sendirian.
Speak up! It's healing youuu. Try it out. Let's go. ♥
Kenapa saya mengambil judul di atas? "Speak Up. It's Healing You!"?
Judul ini hadir berawal dr keterkejutan saya atas apa yg saya alamai.
Seorang teman, mengajak saya untuk mengunjungi seorang kiayi untuk memeriksa diri apakah ada penghalang atau sesuatu di badan saya dan dia, yang jadi penyebab jodoh tidak kunjung datang pada kami.
Wow. Halo?
Jujur, saya terkejut. Haruskah sejauh itu? Sedih. Sedih sekali.
***
Berbicara masalah sedih, kesedihan biasanya datang karena masalah yg kita hadapi disimpan sendiri tidak dibagi-bagi. Seperti, kita mendapat cacian dari tetangga karena belum menikah. Kita pendam sendirian. Itu sangat berbahaya, Sobat!
Bicarakan masalahmu. Dengan orang tua, suadara, atau teman yg dipercaya.
Speak up! It's healing you!
Bicaralah. Ini menyembuhkanmu! Sungguh.
***
Bicara apa? Bagaimana?
***
Dalam buku "Bahasa Bunda Bahasa Cinta" disebutkan bahwa saat anak marah, kesal, sedih, mereka sesungguhnya tidak butuh apa-apa kecuali mengalirkan rasa! Apa itu mengalirkan rasa? Seperti apa?
Jadi, saat anak marah, kita sebutkan nama perasaannya. "Adek marah?" Kalau dia sedang kesal, sebutkan nama perasaannya, "Kakak kesal?" dsb.
Hal ini bisa membantu anak untuk menceritakan perasaan dan masalahnya. Dengan mengalirkan perasaannya, anak tersebut akan merasa dipahami. Bicarakan!
Tidak hanya untuk anak-anak saja, untuk orang dewasa pun hal ini sangat penting. Kebanyakan kita memendam perasaan kesal, marah, dendam di hati dalam jangka waktu yang lama. Hal ini bisa menyebabkan orang tersebut menjadi pendendam dan berperasaan sensitif. Hal terburuknya adalah dia tidak pernah bahagia.
Mengalirkan rasa ini sangat perlu. Jika tidak ada teman yang bertanya tentang perasaan kita saat ada yang mengganjal, maka mulai lah bercerita duluan. Pilihan pertama untuk diajak curhat tentang masalah kita adalah orang tua (ibu).
Kenapa ibu? Ya, karena dia kelarga kita. Orang yg punya hak atas diri kita. Orang yg doanya tidak pernah ditolak sama Allah. Dan yang lebih pentingnya, hati ibu lebih berempati.
Saya suka terang-terangan menceritakan kegalauan pada ibu. Tentang pekerjaan, harapan, menikah, dll.
"Mak, doakan Dada, ya. Biar bisa menggapai mimpi. Bisa jadi ustadzah" begitu biasanya.
Ibu saya hanya menimpali, "Wah, ya, kalau mau jadi ustadzah, harus bisa tafsir Quran, dong."
Berat. Hmmm. Padahal pengennya, "Oh, iya. Belajar yang rajin, ya." He he.
Saya berpikir untuk menjadi ustadzah di keluarga kecil saya dulu, he. Jangan untuk umum. Kalau untuk umum, ya memang dia harus paham, sepaham-pahamnya tentang agama, Alquran, dan Sunnah. Bagi saya, mimpi jadi ustadzah itu saya harus paham agama saya sendiri. Hehe.
Terus pernah bercerita juga tentang ikhwan yang datang. Saya coba minta pendapatnya, minta doanya, walau kadang ibu sering menginterupsi. He he.
Saat masalah atau beban sudah diluahkan, apatah lagi ke ibu, orang yang dekat dengan kita, hati akan menjadi tenang dan lega. Beban seakan berkurang sesenti. Dan biasanya semakin bertambah semangat dan daya juangnya. Jadi segar lagi. The power of mother.
Jadi, bicarakan masalahmu pada yg berhak! Jika segan pada orang tua, maka ceritakan ke Allah. Semoga beban di pundak menjadi sedikit sebab sudah terbagi-bagi. Bercerita ke ibu sebenarnya kadang ibu kita sendiri tidak memberi solusi, he he. Kalau bercerita ke Allah, kita dapat dua hal, ketenangan dan pintu solusi dibukakan. Tentu bercerita ke Allah harus memakai adab. Pertama, dalam keadaan suci. Kedua, memulai cerita dengan beristigfar. Ketiga, bercerita dengan kata-kata yang baik. Keempat, lemah lembut. Wow. Sempurnaaa.
Kalau ke ibu, memang sepertinya kita hanya butuh pengaliran rasa aja. Walau tidak ada hasil (solusi). Betul. Bercerita pada ibu jangan berharap banyak. Kita hanya butuh pendegar yang mau memahami. Kalau bahasa sekolahalamnya, "Mengalirkan rasa dengan bahasa bunda bahasa cinta" #Ea.
Masalahnya, temanku ini tampaknya bukan tipe anak yang dekat dan suka bercerita kepada ibunya. Dia tidak enakan. Takut ibunya menjadi beban bagi orang tuanya. Oleh karenanya dia tanggung sendiri perasaan gelisah dan resahnya tentang menikah. Padahal ada hak orang tua mencarikan jodoh yang baik untuk anak. Pada akhirnya, dia mencari jalan sendiri sampai mendapat cara tidak jelas untuk melampiaskan keinginannya menikah, yakni niat mengunjungi kiayi untuk perika kebatinan. Astagfirullah.
Tidak salah. Tapi, masih banyaaak hal lain yang lebih penting untuk dilakukan dalam mempersiapkan pernikahan. Salah satunya adalah menuntut ilmu, karena menikah itu tidak sesimpel yg dibayangkan #Cieee. Padahal belum nikah, he he.
Menurut saya, kalau dia berbicara, meluahkan keinginannya kepada orang tua, insyaAllah beban di pundak bisa berkurang. Walau tidak ada solusi. Jadi, setan tidak masuk untuk menggoda dan menghasut dengan banyak hal.
Apalagi kalau bercerita ke Allah. Berkah yang didapat. InsyaAllah.
Sesungguhnya setan selalu nyari celah untuk masuk agar kita khilaf. Tonjok saja. Kejaaar. Jangan dibiarkan merusak hati dan menjauhkan kita dr Allah. Bangkit!
Para ibuuuu, perbaiki komunikasi dengan anak. Agar anak tidak ragu curhat atau mengalirkan rasa kepada kita. Tidak usah dibeberkan solusi, kalau anaknya dirasa bisa mencari sendiri solusinya. Cukup dengarkan dan kuatkan saja mereka. Mereka hanya butuh seseorang yang bisa menguatkan di masa beratnya, karena sebenarnya mereka butuh teman seperjuanhan dan tidak mau menghadapi masalahnya sendirian.
Speak up! It's healing youuu. Try it out. Let's go. ♥
Comments
Post a Comment