Dokumen Pribadi |
Sekitar sebelas anak duduk melingkar. Mereka adalah anak-anak yang punya kecendrungan otak kanan, kinestetik, dan pandai dalam berimajinasi.
Ya, di pagi yang cerah itu, kami tengah melingkar dalam lingkaran surga yang indah. "Mentoring Mini" kami menyebutnya.
Kali itu anak-anak antusias sekali, sebab Sang Fasilitator mengatakan akan melakukan "eksperimen" katanya (Apakah ini disebut eksperimen? Anggap saja seperti itu sodara-sodara).
Mendengar kata "eksperimen", mata mereka langsung berbinar-binar, penasaran, dan tidak sabaran. Maklum, rasa ingin tahunya masyaAllah bangeeet.
Sang Fasilitator pun tidak ingin membuang waktu, segera saja dia mengambil martil dan paku. Lalu menyuruh anak-anak untuk memukul paku tersebut ke sebuah kayu yang banyak bergelatakan di lapangan sekolah.
Entah efek menonton film "THOR" atau karena terlalu semangat, salah satu anak yang sangat terkenal sebagai anak kinestetik itu memukul paku dengan sangat keras.
Dia mengayunkan palu sampai ke atas, hampir saja mengenai kepala temannya kalau saja bukan Allah yang menyelamatkan. Sang Fasilitator yang melihat itu terhenyak dan panik tapi kemudian lega karena Allah menyelamatkan anak-anaknya. Alhamdulilah, lirihnya.
Paku pun terbenam ke dalam perut kayu, yang tersisa hanya kepala pakunya saja di permukaan. Anak-anak super itu pun sepertinya makin bertanya-tanya, "Memang mau apa ini sebenarnya?" Walau mereka pendam pertanyaan tersebut di dalam benak mereka yang suci.
Sang Fasilitator masih menyuruh anak-anak untuk memalu si paku. Setiap anak harus melakukannya. Paku harus benar-benar terhujam di kayu.
Setelah si paku benar-benar terhujam di dalam perut kayu, Sang Fasillitator pun meminta anak-anak untuk mencabutnya. Mereka banyak mengeluh, "Susah, Bu.", "Bagaimana kalau kita hancurkan saja kayunya?" dll.
Sang Fasilitator hanya tersenyum *tersenyum seperti senyum merencanakan sesuatu.
"Hmmm. Kalian merasa kesulitan saat akan mencabutnya, ya?"
"Iyaaaa." Mereka serempak menjawab.
"Nah, begitu lah, saat kita mengucapkan kata-kata buruk kepada seseorang. Sama seperti kita menancapkan paku ke dalam kayu. Kita akan kesulitan untuk mencabutnya. Kalau pun dapat tercabut, kayu itu akan bolong, ada bekasnya."
"Kayu ibarat hati. Paku ibarat ucapan. Lubang paku ibarat luka. Saat kita menyakiti seseorang dengan ucapan, maka akan sulit menariknya kembali. Walau dia sudah memaafkan, luka itu akan terus di hatinya. Berhati-hati lah dengan ucapan, ya. Berpikir lah sebelum berkata. Ingat pesan Kanjeng Nabi kita, "Berkata baik atau diam."
--MasyaAllah, kalau dipikir-pikir Sang Fasilitator itu pun pernah membuat lubang di hati banyak orang. Ya Allah semoga masa lalu yang kelam itu bisa dimaafkan, amin.
Anak-anak super itu pun mengangguk-angguk, mulai paham (InsyaAllah, amin) dan Sang Fasilitator menutup kegiatan Mentoring Mini di pagi yang indah itu dengan salam dan memberi kabar gembira bahwa mereka boleh main.
Mentoring mini itu pun selesai beriringan dengan sorak sorai kegembiraan anak-anak.
Anak-anakku, semoga kalian menjadi pribadi dengan lisan terbagus, terbenar, termasyaAllah. Semoga Allah selalu menjaga lidah kita agar hanya ucapan dan kata-kata baik saja yang ke luar, amin.
Bintaro, 16/8/17
Comments
Post a Comment