Subuh tadi, entah kenapa langkahku terasa gontai dan berat melaju ke sekolah. Padahal hari ini adalah hari di mana aku full ngajar. Tenaga, semangat, suasana hati, harus on fire selama kurang lebih delapan jam! Tapi, subuh itu sangat berat. Kondisiku yang sedang libur beribadah, membuatku buntu untuk mencari sumber semangat. Biasanya kalau lagi mentok begini aku buka buka Alquran. Gak ada yang lebih spesial darinya.
Sebab aku lagi halangan, hal spesial di bawah Alquran yang bisa membuatku semangat adalah orang tuaku. Bersegera lah aku menelepon rumah. Beberapa kali bunyi tuuut tuuut tuuut menghiasi telepon subuh itu. Akhirnya di sebrang sana terdengar juga suara Ibu yang tampaknya lagi riweuh nyiapin sarapan Bapak. Tapi, alhamdulilah Emak masih setia meladeni teleponku.
Ngobrol tanya tanya kabar dan sedikit minta disemangatin sama Mamake. Tapi, Mamake malah bercerita panjang lebar tentang kejadian -musibah- yang menimpa Andra beberapa hari yang lalu. Ya, Andra kemarin kepalanya bocor terkena jatuhan batu bata sama temennya. Sakit banget dengernya. Ya Allah.
Jadi, ada rumah di depan rumahku yang sedang dipugar. Semua masyarakat yang jadi tukangnya. Ada yang bawain batu bata ke belakang, ada yang ngangkutin bekas tembok, bilik, dll. Melihat keramaian itu, Andra kecil pun tertarik membantu masyarakat, pemuda, dan bapak-bapak yang lagi gotong royong. Saat Andra kecil meminta izin pada Emak untuk membantu mengangkut bata bekas, sebenarnya Emak tak pernah benar-benar mengatakan, "Ya". Emak gak ngizinin sebenarnya. Dan beberapa kali dah bilang, "Gak usah." Tapi, namanya anak kecil yang masih suka ngeksplor, dia gak ngegubris semua itu. Walhasil, puncaknya pas kejadian kemaren, Andra yang lagi jongkok di bawah gerobah yang ngangkut bata bekas, ketimpa beberapa buah bata kepalanya. Dan, mengucur lah dengan deras darah dari sana.
Dia menangis gogoakan dianterin sama orang ke rumah. Emak yang lagi ngobrol sama Bu Adah (saudara) cuek aja gak nanya, kata Emak, "Sebab Emak udah jengkel banget jadi aja cuek." Waw, Emak gueee. Bisa sekesal itu? ðŸ˜
Andra masuk kamar dan menyelimuti diri di sana. Nangis diam-diam di kamar. Betapa sakitnya, Naaak. 😠Emak masih ngobrol sama Bu Adah, karena kebetulan kemarin salah satu saudara ada yang meninggal. Saudar jauh, sih. Jadi, Emak ngediemin Andra di kamar. Sampai, Kakak pertamaku diberi petunjuk hatinya sama Allah dengan punya rasa keinginan untuk nengok Andra di kamar. Pas dia masuk ke kamar, bantal udah bersimbah darah. Jeda waktunya adalah satu jam setengah. Aku sakit lagi, pediiih. Pengen nangiiis. Kasian.
Andra bagiku bagaikan anak sendiri. Dia punya andil dalam kehidupanku. Saat dia masih bayi merah dulu, aku lah yang mengasuh dia. Sampai usia dua tahun masih dalam buaianku. Kala aku menunggu waktu untuk kuliah, Andra lah pelipur laraku. Jangan heran dia sayang banget dan aku juga sayang padanya.
Andra lahir istimewa, dia sudah disunat sejak lahir. Allah punya rencana tersendiri untuknya kelak. Aku yakin.
Dulu, saat dia masih berusia dua tahun, saat Kakakku masih belum menikah dan punya anak, Andra disayang banget sama dia. Beda setelah Kakakku punya anak. Andra jadi seorang Andra lagi. Anak lelaki kecil yang tak kenal ayah dan ibunya.
Saat Andra masih kecil dan saat belum ada Davi -anak kakak-, Andra disayang Bapak banget. Tapi, entah kenapa sekarang setelah Andra semakin gede Bapak kurang pelukin dan ciumin Andra. Semenjak kehadiran Davi, memang semua orang berubah. Termasuk sikap Andra pun berubah. Jadi lebih suka ngalah dan diam. Cuman bibinya yang jauh ini saja kayaknya yang gak berubah -atau mungkin belum?- hiks. Semoga gak pernah berubah.
Doaku untuk Andra alias Bang Kadut, dsb, "Berjaya lah terus. Kamu kuat. Kamu hebat!"
Amin.
Semoga kelak kau jadi anak yang membawa berat pada bumi dengan kalimat, laa ilaa hailallah.
Sebab aku lagi halangan, hal spesial di bawah Alquran yang bisa membuatku semangat adalah orang tuaku. Bersegera lah aku menelepon rumah. Beberapa kali bunyi tuuut tuuut tuuut menghiasi telepon subuh itu. Akhirnya di sebrang sana terdengar juga suara Ibu yang tampaknya lagi riweuh nyiapin sarapan Bapak. Tapi, alhamdulilah Emak masih setia meladeni teleponku.
Ngobrol tanya tanya kabar dan sedikit minta disemangatin sama Mamake. Tapi, Mamake malah bercerita panjang lebar tentang kejadian -musibah- yang menimpa Andra beberapa hari yang lalu. Ya, Andra kemarin kepalanya bocor terkena jatuhan batu bata sama temennya. Sakit banget dengernya. Ya Allah.
Jadi, ada rumah di depan rumahku yang sedang dipugar. Semua masyarakat yang jadi tukangnya. Ada yang bawain batu bata ke belakang, ada yang ngangkutin bekas tembok, bilik, dll. Melihat keramaian itu, Andra kecil pun tertarik membantu masyarakat, pemuda, dan bapak-bapak yang lagi gotong royong. Saat Andra kecil meminta izin pada Emak untuk membantu mengangkut bata bekas, sebenarnya Emak tak pernah benar-benar mengatakan, "Ya". Emak gak ngizinin sebenarnya. Dan beberapa kali dah bilang, "Gak usah." Tapi, namanya anak kecil yang masih suka ngeksplor, dia gak ngegubris semua itu. Walhasil, puncaknya pas kejadian kemaren, Andra yang lagi jongkok di bawah gerobah yang ngangkut bata bekas, ketimpa beberapa buah bata kepalanya. Dan, mengucur lah dengan deras darah dari sana.
Dia menangis gogoakan dianterin sama orang ke rumah. Emak yang lagi ngobrol sama Bu Adah (saudara) cuek aja gak nanya, kata Emak, "Sebab Emak udah jengkel banget jadi aja cuek." Waw, Emak gueee. Bisa sekesal itu? ðŸ˜
Andra masuk kamar dan menyelimuti diri di sana. Nangis diam-diam di kamar. Betapa sakitnya, Naaak. 😠Emak masih ngobrol sama Bu Adah, karena kebetulan kemarin salah satu saudara ada yang meninggal. Saudar jauh, sih. Jadi, Emak ngediemin Andra di kamar. Sampai, Kakak pertamaku diberi petunjuk hatinya sama Allah dengan punya rasa keinginan untuk nengok Andra di kamar. Pas dia masuk ke kamar, bantal udah bersimbah darah. Jeda waktunya adalah satu jam setengah. Aku sakit lagi, pediiih. Pengen nangiiis. Kasian.
Andra bagiku bagaikan anak sendiri. Dia punya andil dalam kehidupanku. Saat dia masih bayi merah dulu, aku lah yang mengasuh dia. Sampai usia dua tahun masih dalam buaianku. Kala aku menunggu waktu untuk kuliah, Andra lah pelipur laraku. Jangan heran dia sayang banget dan aku juga sayang padanya.
Andra lahir istimewa, dia sudah disunat sejak lahir. Allah punya rencana tersendiri untuknya kelak. Aku yakin.
Dulu, saat dia masih berusia dua tahun, saat Kakakku masih belum menikah dan punya anak, Andra disayang banget sama dia. Beda setelah Kakakku punya anak. Andra jadi seorang Andra lagi. Anak lelaki kecil yang tak kenal ayah dan ibunya.
Saat Andra masih kecil dan saat belum ada Davi -anak kakak-, Andra disayang Bapak banget. Tapi, entah kenapa sekarang setelah Andra semakin gede Bapak kurang pelukin dan ciumin Andra. Semenjak kehadiran Davi, memang semua orang berubah. Termasuk sikap Andra pun berubah. Jadi lebih suka ngalah dan diam. Cuman bibinya yang jauh ini saja kayaknya yang gak berubah -atau mungkin belum?- hiks. Semoga gak pernah berubah.
Doaku untuk Andra alias Bang Kadut, dsb, "Berjaya lah terus. Kamu kuat. Kamu hebat!"
Amin.
Semoga kelak kau jadi anak yang membawa berat pada bumi dengan kalimat, laa ilaa hailallah.
Comments
Post a Comment