Sejenak burung bulbul berwarna abu bercampur
kuning itu terbang menjauh dari bangku yang tadi ia hinggapi. Lantas ia berdiri
mematung di atas dahan pohon yang terpancari rona-rona senja. Aku terusik
karena hadirnya, yang nyata menerkam senjaku. Aku telah lebih dahulu duduk
mematung di balkon ini demi menjamu senjaku.
Sedari tadi sinarnya yang kuning bercampur orange telah menerpa wajah lembutku
dengan syahdu. Mengeringkan setetes demi setetes buliran air yang megembang
dalam kelopak mataku yang berbijih biru. Tak ku sangka sore ini senjaku
terampas. Sinarnya yang lembut berpaling. Burung bul-bul abu bercampur kuning
itu nampak nyaman sambil menggibas-gibaskan sayapnya yang berbulu tebal.
Seiring debu yang beterbangan ia lantas berdiam dan lalu bersiul.
Seakan ia mengejekku yang tengah layu diterpa duka. Aku bagai
ditusuk sembilu karena siulannya begitu mendayu. Ia seakan mengejekku yang
terus hidup dalam gemilang nestapa rindu, yang kemudian menyuruh hatiku untuk menangis
tersedu-sedu.
Dia rasanya tak pernah bersedih dalam hidupnya.
Siulannya merdu mengundang kebahagiaan. Manakala ia sedih bisa dengan mudahnya
dia menghibur dirinya sendiri seklaigus makhluk-makhluk disekitarnya. Lalu
harus bagaimana dengan aku? bagaimana caraku untuk menghibur diri? Manakala
duka dan nestapa karena rindu membuncah meminta terhempas landaskan kepada
seseorang yang entah ada dimana...
Bulbul ajarilah aku menjadi penghibur seperti
drimu, setidaknya untuk diriku sendiri...
**
Sejenak hembusan angin menyadarkanku. Burung itu
kian asyik mengepak-kepakan sayapnya. Sedang senja semakin merunduk. Rona
jingganya semakin tumpah menutupi pohon dan jendela balkon rumah ini. Cahayanya
tak mampu terbendung oleh tubuh burung bulbul itu, hingga ia masuk menerobos
kegalapan dan sudut-sudut ruangan ini.
Lantas wajahku kembali tersinari cahaya jingga.
Lekas ku usap sederet aliran bekas buliran yang jatuh tadi. Ku tatap matahari
yang kian cantik dalam runduknya.
**
“Kau tidak boleh suka senja! Karena senja itu
tenggelam! Dan dia tidak akan muncul lagi hingga pagi tiba!”
Aku tetap suka senja. Walau senja pergi untuk
tenggelam, tapi dia hadir di bumi belahan lain untuk kembali bersinar. Aku
tetapsuka senja meski senja kan berganti menjadi kegelapan dan kesunyian. Tapi
di belahan bumi yang lain ia tetap gagah bersinar. Dia hanya pergi untuk
sementara, lantas esok ia akan kembali lagi membawakanku segerombolan rona-rona
jingga yang berjatuhan menerpa wajahku. Senjaku yang akan mengusap kesedihanku.
Senjaku yang akan membawa salam kerinduanku, yang akan ia bawa selama
perjalannya. Lantas esok ia akan kembali pulang dan menyapaku lagi. Dengan
kabar bahwa rindu dan salamku telah tuntas tersampaikan. Hingga terus dia akan
selalu menjadi pak posku.
Comments
Post a Comment