Mungkin
kemarin sebuah telur baru saja dikeluarkan oleh kupu-kupu betina. Disebalik
dedanan yang tersembunyi dari musuh. Mungkin kemarin sebuah bayi ulat yang
menggelikan baru saja menyapa dunia. Dari butir-butir telur yang mengerut. Melangkah
menapaki kulit pohon-pohon. Mungkin baru saja tadi kepompong terbentuk. Dari
seekor ulat yang menyusut. Menempel diantara ujung-ujung dedaunan. Mungkin hari
ini baru saja sebuah kupu-kupu terbaru telah terbang, dari sebalik dedaunan
yang menghijau dan berguguran. Melepaskan diri dari bungkusan lapuk kepompong.
Yang telah lama menyepi dibawah dedaunan. Mungkin hari ini kupu-kupu itu baru
saja hinggap disebatang tangkai bunga mawar, melati, atau pun bunga sepatu di
taman-taman. Dan mungkin keberadaannya di sebatang dahan-dahan bunga itu telah
membentuk satu atau entah dua entah tiga senyuman yang melihatnya.
Kupu-kupu.
Ia lupa pernah kalau dia pernah menjadi
sebuah kepompong yang tersembunyi. Ia lupa dulu ia pernah menjadi seekor
ulat yang menggelikan orang yang melihatnya. Ia hanya tahu kini dia adalah
seekor kupu-kupu indah. Pemilik warna-warni cerah. Pemilik dua sayap indah.
Pemilik gerak-gerik terayu. Pemilik pusat perhatian.
Bagaimanapun
keadaan seekor kupu-kupu, sebelum ia menjadi seekor kupu-kupu, entah itu ia
menjadi seekor ulat yang menggelikan, entah itu ia harus bersemedi dalam
bungkusan kepompong yang membosankan (maybe), namun ia tetap terbang tinggi,
menghampiri bunga-bunga, menghibur para jiwa yang sendu. Tidak peduli sejelek apa
pun dia dahulu. Tidak peduli selemah apa pun ia dahulu. Tidak peduli
sehina apa ia dahulu. Yang jelas ia
hanya mengakui dirinya yang saat ini. Diri yang baru dalam suasana yang baru.
Dengan terus berbuat kebaikan dan menjadi sebaik-baik makhluk dengan menjadi
penghibur serta teman setia untuk bunga-bunga.
Saat ia
masih menjadi butiran-butiran telur, itulah masa ia ketika harus bersabar dalam
kungkungan cangkang. Sebelum ia terlahir ke dunia menjadi seekor ulat. Semua
dari kita pasti memiliki banyak masa lalu yang tidak indah. Pasti kita dahulu
tidak seindah saat ini. Ada saatnya ketika kita harus melakoni peran kita
sebagai “telur-telur” yang lemah, sebagai “ulat-ulat” yang menjijikan, serta
sseperti “kepompong” yang selalu bersembunyi dibalik dedaunan. Sungguh itulah
jalan kita. Sungguh itulah road kita sebelum kita mendapati peran kita menjadi
seekor kupu-kupu yang terbang indah. Kupu-kupu tidak pernah berdiam diri karena
“masa lalu”nya, ia tidak pernah merasa langkah sayapnya harus terhenti karena
alur kehidupannya. Ia tetap terbang tinggi melayang menapaki udara yang kadang
menghadirkan serdadu angin kencang, serta tak jarang ada lemparan hujan. Ia
hanya jadi pusat keindahan. Yang kadang menjadi bahan insfirasi sebuah kuas
maupun pulpen. Kadang ia menjadi alasan seseorang tersenyum dibalik sendu air
matanya. Kadang ia menjadi sasaran jepretan, kadang ia menjadi sasaran decak
kekaguman. Lewat akulturasi warna yang menyemati kedua sayapnya. Namun, tetap,
satu hal yang ia tidak tahu meski sudah
menjadi seekor hewan cantik adalah ia tidak pernah tahu bahwa ia telah menjadi
pusat perhatian dan keindahan. Itulah
kupu-kupu ^^.
Comments
Post a Comment