Skip to main content

Sabtu



Kala itu, saya masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Rambut hitam saya terurai panjang sampai ke pantat. Kemeja putih dan rok merah yang saya kenakan siang itu benar-benar membuat saya bangga menjadi seorang anak dengan menyandang status "siswa" SD Alaswangi 03.

Bu Amsah namanya. Beliau adalah guru Bahasa Indonesia yang memiliki sifat keibuan dan penuh kelembutan. Kami menghormati kewibaannya.

Hari Kamis waktunya belajar bahasa! Semua anak diberikan tugas menulis nama-nama hari di kertas kemudian yang sudah selesai bisa langsung dipeunteun ke Ibu guru.

Waktu mengerjakan habis. Semua anak berebut ingin diperiksa terlebih dahulu oleh si Ibu agar bisa istirahat dan jajan duluan. Hasilnya? Semua anak salah kecuali kertas nama-nama hari miliki seorang gadis kecil berambut hitam lebat yang terurai ke pantat itu. 

Semua wajah keheranan dan bertanya-tanya. 
"Apa yang salah dari hasil kerjaku, Bu? Rasanya betul semua. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Saptu, Minggu. Kok, disalahin, Bu?"

Riuh rendah kelas yang ruangannya dibagi dua dengan kakak kelas saat Ibu guru menilai satu persatu buku muridnya. Ibu guru belum menjawab. Sampai pada akhirnya dia pun menjawab sebab penulisan Saptu bukan menggunakan "pe" tapi "be" Sabtu. Dan hanya satu anak saja yang benar menuliskannya.

Mendengar penjelasan tersebut semua anak melirik ke arah anak perempuan berambut panjang. Mereka bingung, "Kok, bisa? Penulisan hari Saptu harus menggunakan "b" bukan "p"? Sedangkan yang mereka dengar di rumah, di sekolah, di tempat main adalah Saptu. Sungguh."

Pasalnya, ini bukan satu orang saja yang merasa yakin akan kebenaran penulisan Saptu tapi 22 anak kelas tiga meyakininya.

Melihat kepelikan dan kebingungan anak-anak waktu bel istirahat ternyata penyelamat suasana. Semua riuh berlarian. Kemudian lupa pada semua permasalahan. Tapi tidak untuk si gadis perempuan kecil berambut panjang hitam lebat itu. Hingga kini dia berusia dua puluh tujuh tahun pun masih diingat kenangan lucu itu. Ah, lucunya.

Lalu, dari mana si gadis itu mengetahuinya?

Mudah saja. Ternyata dia di rumah memiliki kebiasaan membaca dan menuliskan kembali informasi berjalan yang ada di televisi saat ada acara berita berlangsung. Kemampuan membaca yang sudah dia kuasai semenjak dia belum masuk sekolah membawa pada sebuah kehausan akan membaca dan menulis. Salah satu efeknya ya tentu penemuan "barang penting" pengejaan kata yang benar. Kata Saptu bukan tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia melainkan dia adalah sebutan hari yang berasal dari Bahasa Sunda. 

Lingkungan teman-teman gadis kecil itu memang dominan menggunakan Bahasa Sunda. Dan sayangnya mereka tidak menemukan informasi terkait ejaan yang benar dari nama hari Sabtu ini. Mungkin juga beberapa kepala menganggapnya itu hal sepele sekali. Hanya beda satu huruf kenapa dipermasalahkan dan diperdulikan? 😅 Oleh karenanya mereka acuh tak acuh dengan masalah Saptu dan Sabtu. 

Sungguh lucu kenangan masa kecil yang satu ini. Kebiasaan membaca informasi berjalan di televisi nyatanya membawa berkah di sekolah. Nilai seratus pun didapat. 

Jika ditilik dan sangkut pautkan dengan agama Islam tentu kita akan tercengang. Bahwa wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW pertama kali di gua Hira yakni tentang membaca, iqra! bunyinya. Dengan membaca ternyata dunia tersingkap. Kegelapan terbirit-birit. Kebodohan tunggang langgang. Kesepian terhempas ke udara. Dan peradaban di telapak tangan. Sungguh besar pengaruh membaca dalam memberantas kebodohan dan menebar cahaya di dunia. Membaca memberikan input yang banyak kepada diri pribadi, lingkungan, dan sekitar. Terlebih membaca bacaan yang syari dan berfaedah. Tentu tidak hanya berefek positif tapi juga bernilai pahala asal diniatkan karena Allah SWT.

Tentu banyak sekali para tokoh Islam yang besar dengan membaca. Mereka mewakafkan waktu untuk membaca kemudian berbuah hasil karya gemilang sampai mendunia. Jangan heran jika kita harus mengakui bahwa banyak sekali ulama zaman salaf yang memiliki karya luar biasa yang masih dapat dinikmati karyanya hingga kini sebab mereka mengorbankan waktu dan jiwanya untuk membaca berbelas-belas jam dalam sehari. سبحن الله

Betapa dahsyatnya firman Allah yang pertama itu. Ternyata membaca dapat menyingkap tabir yang tersembunyi. Jangan sampai kita jadi kaum primitif di tengah zaman yang bergelora oleh keilmuan dan pengetahuan karena ketidakmauan kita membaca. Tidak, tidak, tidak. Jangan sampai kita jadi salah satunya. Mulai sekarang targetkan dalam satu minggu, satu bulan, satu tahun, berapa buku yang harus kamu lahap bulat-bulat dan realisasikan dengan karyamu agar dia bermanfaat bagi orang banyak.

Membaca bukan bakat tapi kebiasaan. Mata yang terbiasa melihat buku di rumah akan memunculkan hasrat membaca. Mata yang terbiasa melihat orang terdekat membaca akan terpacu untuk membaca. Dan janin yang dikandung oleh seorang ibu bookworm kelak akan menjadi penerus sejati seorang bookworm. 

Kita hidup dalam karakter yang terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan yang baik akan membentuk karakter baik. Tentu kebiasaan itu bisa kita tentukan dan atur di lingkungan keluarga, rumah, dan sekolah. Tempat yang kita temui sehari-hari.

Well, Guys! Just now, make a good habit for build your character. Especially a habit of reading!!! 

📖🔍🔍🔍

Comments

Popular posts from this blog

Housewife Vs Homemaker

Housewife vs Homemaker? Apa ini? Dalam Bahasa Inggris, profesi IRT alias Ibu Rumah Tangga biasa disebut housewife . Karena ilmu bahasa Inggris saya nihil, jadi saya gak tau kenapa orang Inggris menamakan IRT itu dengan sebutan housewife ? Sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata, "rumah" dan "istri". Kalau dibolehin untuk ngasih opini dari kelas sudra saya, mungkin maksudnya adalah seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah. Wah, keren. Lebih lengkapnya bisa mungkin cari di kamus EOD, Gais. Daripada penasaran, hehe. Gak salah memang kalau seorang IRT diartikan sebagai seorang istri yang jadi pengendali urusan rumah, sebab memang begitu lah kenyataan yang sering terjadi di masyarakat. Namun, karena bahasa punya sifat inovatif, di mana dia bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, bisa jadi kosakata housewife  dapat digantikan perannya menjadi homemaker . Wah, apa itu? Istilah homemaker  tercetu

Belajar Bahasa Jepang Sehari-hari

Di Rumah Orang Jepang biasanya sesaat setelah mereka bangun pagi, akan langsung menyapa keluarganya. Dengan ucapan selamat pagi, "Ohayou" . Mereka akan saling mendahului untuk menyapa dengan ucapan ini. Mari kita mulai percakapannya! Sakura : "Ohayou" Okaasan : "Ohayou" Otousan : "Ohayou" Kenta (Imouto) : "Ohayou" Sakura : Hayaku okiru ne, Kenta ha." Okaasan : "Sou ne. Kyou otona ni nattakara ne." Kenta : "Nande sore. Kyou shiken ga attakara." Otousan : " Yoku ganbatte ne . Jaa, ikanakya. Ittekimasu . " Okaasan : "A, itterashai ." Kenta to Sakura : " Itterashai ." Terjemahan Sakura : "Pagi." Ibu : "Pagi." Ayah : "Pagi" Kenta (adik laki-laki) : "Pagi." Sakura : "Kenta bangunnya cepet ya." Ibu : "Iya ya. Karena sekarang ma udah gede." Kenta : "Apaan sih. Aku bangun cepet karena ada ujian hari in

Asmaul Husna*

Saat mendengarkan iklan di radio MQ FM, saya terkesan oleh salah satu lagu di dalamnya. Lagu itu menyanyikan 99 nama-nama Allah yang baik dan agung, yakni Asmaul Husna. Lalu sadar kalau laguitu sangat menyentuh hati saya, saya buru-buru merekamnya. Dan lalu saya menangis ketika mendengarkannya. Alhamdulilah. Sudah dua minggu semnejak saya mendapatkan lagu baik itu. Lalu saya ingin sekali mengikuti lagu tersebut. Namun saya terbatas karena belum hafal lirik lagunya. Dengan beberapa kali mendengarkan lagu itu, saya pun menulis liriknya yang semoga sesuai dengan lagu tersebut. Saya masih belum tahu siapa gerangan sang biduannya. Mungkinkah Sami Yusuf? Hemm. Siapapun dia, semoga Allah menjaganya dengan sebaik-baik perlindungan ^^ Bdw, ini lanngsung saja saya lampirkan liriknya. Siapa tahu kalian sudah  punya lagunya tapi belum tahu liriknya. Hehe. Mari kita sharing . Yang bisa nyanyiin lagunya, ayo nyanyikan! Ya Allah...4x Ya Allah...4x Allahu antal malikul quddus... Wal jabbarul